Macet VS Penjualan Mobil
(written: Saturday, February 18, 2012)
Jakarta semakin parah. Kemacetan terjadi dimana-mana dan kapan saja. Apalagi saat jam berangkat dan pulang kantor. Ditambah hujan dan long weekend. Bisa berjam-jam menempuh jarak yang sebenarnya cukup pendek. Dan saat-saat macet seperti itu, mulailah bertebaran sumpah serapah dan analisa-analisa instant mengenai penyebab macet. Salah satu faktor penyebab macet yang paling sering dituding adalah industri otomotif. Produksi dan penjualan mobil yang semakin meningkat dianggap menyebabkan kemacetan semakin parah. Bahkan ada yang ingin industri otomotif dibatasi karenanya. Benarkah demikian?
Penjualan mobil baru untuk domestik Indonesia di tahun 2011 mencapai hampir 900 ribu unit. Sekitar 75 ribu unit sebulan atau 250 unit sehari. Banyak? Memang. Terlalu banyak? Belum tentu. Coba kita lihat perbandingan dengan negara-negara lain.
Malaysia misalnya. Dengan jumlah penduduk 24 juta (sepersepuluh Indonesia yang 240 juta), penjualan mobil Malaysia adalah 600 ribu unit per tahun. Kira-kira 1 mobil untuk 40 orang. Sementara di Indonesia sekitar 1 mobil untuk 260 orang. Sudah dapat gambarannya?
Sekarang Thailand. Jumlah penduduk 65 juta, penjualan mobil 800 ribu unit. Jadi kira-kira 1 mobil untuk 80 orang. Lalu Cina jumlah penduduknya 1,3 milyar, penjualan mobil 18 juta. Jadi kira-kira 1 mobil untuk 72 orang. Indonesia cuma menang sedikit dari India. Jumlah penduduk 1 miliar, penjualan mobil 3 juta unit. Jadi kira-kira 1 mobil untuk 300 orang.
Jadi secara umum jumlah mobil di Indonesia masih kurang jika dibandingkan dengan jumlah penduduk yang besar. Sekarang pasti ada yang bilang kalau itu wajar soalnya ekonomi Indonesia tidak semaju negara-negara tadi. Coba kita cek standard living masing-masing negara dengan melihat dari sisi GDP (Gross Domestic Product) – PPP (Purchasing Power Parity) yang datanya diambil dari wikipedia.
GDP Indonesia adalah sekitar $886 milyar. Sementara GDP Malaysia, Thailand, Cina, dan India adalah berturut-turut $256 milyar, $556 milyar, $9 trilyun, dan $3,8 trilyun. Artinya ekonomi Indonesia cukup mampu bersaing dengan negara-negara lain. Dan industri otomotif yang menjadi salah satu key industri juga harusnya bisa bersaing dengan negara-negara tersebut.
Coba kita lihat dari sisi lain. Industri otomotif adalah industri padat karya. Industri yang mampu menyerap jutaan tenaga kerja dari mulai produksi (beserta seluruh industri pendukungnya) sampai distribusi (dan seluruh industri pendukungnya). Bayangkan kalau industri otomotif dibatasi, berapa besar pengangguran baru yang akan terbentuk. Masalah baru lagi.
Lalu dari segi pendapatan negara. Industri otomotif adalah salah satu penyumbang pajak terbesar. Baik dari pajak mobil baru maupun pajak tahunan kendaraan bermotor. Coba kita hitung secara sederhana. Penjualan mobil per tahun kira-kira satu juta unit. Di Indonesia umur mobil bisa sampai 10 tahun. Jadi katakanlah ada 10 juta mobil yang beredar di jalan. Ambil rata-rata harga mobil 200 juta per unit. Dan pajak kendaraan bermotor kira-kira 2% per tahun. Dari hasil pajak kendaraan bermotor saja negara bisa mendapatkan 40 trilyun rupiah per tahun. Kemudian pajak BBN yang besarnya sekitar 2%. Maka pendapatan negara sekitar 4 trilyun rupiah. Jika pendapatan tahunan negara mencapai 1200 trilyun rupiah, artinya dari pajak saja industri otomotif sudah menyumbang 3.7% pendapatan. Belum lagi pajak produksi, pajak import komponen, pajak penghasilan pekerja, dll. Cukup besar.
Nah, masih menyalahkan industri otomotif?
Menurut gue, kemacetan bukan salah industri otomotif. Sangat wajar jika seseorang tingkat ekonominya meningkat lalu ingin membeli mobil. Industri otomotif hanya memenuhi hukum ekonomi dimana saat permintaan meningkat maka pasokan juga akan meningkat. Jadi siapa yang salah? Tidak jelas juga. Mungkin jumlah jalan yang kurang banyak, atau pengaturan tata kota yang tidak benar, atau mungkin juga pemerataan pembangunan yang kurang baik. Ada yang lebih berwenang membahasnya.
Pertanyaan terbesar gue, kalau memang problemnya adalah pembangunan, sementara pendapatan negara sedemikian besarnya, kemana aja ya larinya itu duit? Silakan dijawab sendiri π
*semua foto adalah hasil googling π
yang jadi masalahnya bang. jumlah kendaraan dan penduduk tidak bisa dibandingkan lurus seperti itu. secara matematika hitungan itu bisa jadi benar, tapi secara sosiologis, kenyataannya, distribusi mobil sebagian besar diserap hanya ke kota – kota saja. yang macet kan kota2 besar, saat ini saya sedang kontrak kerja di kabupaten. gk ada macet tuh, lancar jaya aman tenteram sentosa. coba kita cari sama2 data tentang distribusi kepemilikan kendaraan roda empat, terutama kendaraan pribadi sebagai kendraan operasional sehari2. saya sangat yakin lebih dari setengahnya berada di kota – kota.
jika perlu kita cari data kepemilikan kendaraan roda empat dan jumlah penduduk di kota tertentu, baru kita perbandingkan, sekali lagi saya yakin bahwa angkanya akan mengejutkan, sangat mungkin melebihi angka perbandingna di negara2 lain yang abang sebut di atas π
tapi saya sepakat jika salah satu penyebab kemacetan adalah kesalahan penataan kota. gak jarang terjadi bongkar pasang jalan dan perubahan rute menyesuaikan dengankemacetan. pemerintah terlalu bersifat reaktif menghadapi kemacetan, yang ujung2nya tidak menyelesaikan masalah, tetapi hanya memutasi kontradiksinya menjadi bibit masalah – masalah baru yang menunggu untuk jadi masalah besar
ini hanya opini saya bang, semoga berkenan, Salam
LikeLike
Setuju. Kan saya juga gak membahas pemerataan area penjualan mobil (a.k.a pemerataan pembangunan). Tapi menyajikan sanggahan bahwa macet terjadi bukan karena berkembangnya industri otomotif. Anyway thanks opininya ya π
LikeLike
attitude pengendara di jalanan bang, yg kalau diurut2 lagi pasti mentoknya ke tingkat pendidikan
LikeLike