Seperti sudah gue singgung sedikit di sini, dalam rangka kontes Traveler Of The Year 2016, gue diharuskan untuk melakukan perjalanan ke suatu tempat dan kemudian menulis pengalaman tentang perjalanan tersebut sebagai salah satu tugas yang akan dinilai untuk penentuan pemenang sekaligus dengan foto-foto dan video dokumentasi perjalanan. Kebetulan gue diberi tugas untuk jalan-jalan ke Cirebon. Tulisan tersebut sudah pernah dimuat di website majalah Panorama sebagai penyelenggara. Tulisan bisa dibaca di sini. Supaya lebih lengkap, gue mau coba tulis lagi dengan gaya penulisan yang berbeda di blog gue ini.
Sebelum berangkat, kontestan disuruh untuk membuat itinerary dan budget untuk perjalanan tersebut. Gue bikin dong, lengkap dengan rencana makan besar-besaran di sana hahaha. Hotel dan, transportasi berupa mobil sudah disediakan oleh sponsor. Masalahnya gue pasti akan mengalami kesulitan kalo pergi sendiri, foto-foto sendiri, bikin video sendiri, makan sendiri, apalagi nyetir sendiri. Bisa ngantuk gue di jalan ntar. Akhirnya gue nawarin 2 temen gue yang traveler-slash-blogger-slash-photographer yang kebetulan banget mau diajak jalan-jalan ke Cirebon. That was the best decision ever. Mereka berdua adalah team player yang luar biasa. Thank you so much katami dan katiti ๐
Karena itinerary cukup padat dan waktu hanya 2 hari, maka gue dan temen-temen berangkat pagi-pagi banget dari Jakarta. Kalo jalan pagi-pagi itu enaknya bisa lebih santai. Bisa mampir di rest area ngopi-ngopi dulu. Eh foto-foto juga. Maklum buat dokumentasi. Alesan hahaha. Sejak dibukanya akses tol Cipali, waktu tempuh dari Jakarta ke Cirebon berkurang drastis jadi sekitar 3 jam doang. Kalo nyantai ya 3,5 jam juga tetep nyampe. Jadi jam 9an gue udah keluar di pintu tol Cirebon.
Pas keluar eh langsung brenti. Macet banget. Ternyata lagi ada pawai budaya. Gue kejebak hampir 1,5 jam di sini. Kalo bisa parkir sih enak bisa sekalian nonton pawai, nah ini di tengah jalan. Karena sedikit terikat dengan itinerary yang udah dibuat, gue pilih puter balik dan masuk tol lagi, lalu keluar di Kuningan. Apa yang paling penting sodara-sodara? Yak benar, sarapan. Makanya kita langsung mampir untuk sarapan yang lebih mirip makan siang di restoran Pring Sewu di daerah Kuningan.
Setelah makan, kami melanjutkan perjalanan ke Linggarjati. Tujuan gue adalah ke Museum Linggarjati di daerah Cilimus, Kuningan. Gedung yang berusia hampir seratus tahun ini menyimpan sejarah penting bagi bangsa Indonesia. Di gedung inilah diadakan perundingan antara pemerintah Belanda dan Indonesia di tahun 1946 yang menghasilkan perjanjian Linggarjati. Sejak tahun 1976, gedung ini resmi dijadikan museum. Tiket masuknya cuma 2 ribu rupiah untuk masuk ke dalam gedung.
Apa sih yang menarik dari museum ini selain sejarahnya? Well, kalo lo gak suka sejarah ya basically gak ada. Museum ini berupa sebuah gedung tua dengan beberapa kamar. Maklumlah, bangunan ini dulunya bekas hotel, jadi memang bentuknya kamar-kamar. Terdapat juga beberapa ruangan seperti ruang meeting dan ruang sidang. Di sini kita seperti dibawa untuk menyaksikan perjuangan diplomatik para pendiri bangsa untuk mencapai kemerdekaan. Meja perundingan, berbagai dokumentasi berupa foto, diorama, benda-benda peninggalan lainnya, hingga hasil naskah perjanjian Linggarjati juga bisa dilihat di sini.
Dari Linggrajati, gue melanjutkan perjalanan ke kawasan wisata Cibulan. Di akhir pekan seperti ini, tempat wisata ini dibanjiri oleh warga setempat. Tempat ini merupakan kawasan wisata tertua di Kuningan yang sudah berusia kurang lebih 70 tahun. Tiket masuknya cuma 2 ribu rupiah, lho. Ada dua hal yang paling menarik di kawasan ini. Yang pertama adalah berenang bareng ikan raksasa dan kedua adalah mata air keramat.
Iya, kita beneran bisa berenang bareng ikan raksasa. Ukuran ikannya kira-kira 50 cm sampai 1 meter dan berwarna hitam. Namanya Ikan Dewa. Ikan-ikan ini sangat jinak dan berani mendekat ke pengunjung yang sedang berenang di kolam tersebut. Ikan bahkan bisa diangkat untuk keperluan foto bersama. Konon ikan Dewa tersebut adalah penjelmaan para prajurit yang membangkan pada masa pemerintahan Prabu Siliwangi. Entahlah gimana rasanya berenang bareng ikan, baunya amis atau gak juga gue gak tau. Gak pengen nyoba hehehe. Anyway di sebelahnya ada kolam lain yang memang khusus untuk berenang dan tanpa ikan di dalamnya, sih.
Mata air keramat yang ada di Cibulan ini berjumlah tujuh mata air yang juga dianggap sakral oleh warga setempat. Mata air-mata air tersebut berbentuk kolam-kolam kecil yang saling berdekatan mengelilingi sutu bangunan seperti kamar kecil. Masing-masing mata air Sumur Kejayaan, Sumur Kemulyaan, Sumur Pengabulan, Sumur Cirancana, Sumur Cisadane, Sumur Kemudahan, dan Sumur Keselamatan. Bangunan kecil di tengah kumpulan mata air tersebut diyakini pernah ditinggali oleh Prabu Siliwangi jaman dahulu. Banyak pengunjung yang mengambil air dari tujuh mata air ini karena dianggap bisa membawa kebaikan sesuai dengan nama mata airnya. Bahkan ada rombongan ibu-ibu yang nekat mandi di salah satu kolam yang paling besar hahaha.
Tujuan selanjutnya adalah ke Taman Nasional Gunung Ciremai. TNGC ini adalah sebuah kawasan konservasi seluas 15 ribu hektar yang dibangun untuk melindungi kekayaan flora dan fauna di kawasan ini. Tempat ini juga digunakan sebagai awal jalur pendakian ke gunung Ceremai yang merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat. Tujuan gue adalah Tenjolaut di mana terdapat bumi perkemahan dengan pemandangan yang menakjubkan. Dari atas hutan pinus kita bisa menyaksikan lembah yang tertutup rapat oleh pepohonan. Jalur naik maupun turun ke Tenjolaut ini cukup menantang. Jalan yang sempit dan licin saat hujan membuat gue harus sangat berhati-hati. Untunglah mobil yang gue gunakan memiliki fitur 4WD yang sangat sesuai dengan medan yang gue lalui sehingga aman dan nyaman dikendalikan. Ngapain di sini? Ya foto-foto lahโฆkan ada tugas hahaha.
Menjelang sore gue kembali ke kota Cirebon. Saking serunya jalan-jalan hari ini, baru inget ternyata belum makan dong. Jadi sebelum ke hotel gue menyempatkan diri menikmati kuliner khas Cirebon, yaitu Nasi Jamblang. Harusnya sih mampir ke Nasi Jamblang Mami Pitri yang terkenal banget di Cirebon, tapi karena bukanya di atas jam 9, sementara kita bertiga udah kelaperan dan pengen buru-buru istirahat di hotel juga, akhirnya kita mampir ke Nasi Jamblang Mang Dul yang juga lumayan terkenal. Nasi Jamblang ini adalah nasi yang dibungkus dengan daun jati, dengan lauk yang bisa dipilih ala prasmanan. Lauk favorite gue adalah balakutak, yaitu hidangan sejenis cumi-cumi yang dimasak dengan tintanya sehingga berwarna hitam. Rasanya enak dan gak amis sama sekali. Abis makan langsung check in ke hotel dan tidur.
Tunggu cerita jalan-jalan hari kedua di tulisan berikutnya ya.
MUSEUM LINGGARJATI
Jl. Gedung Perundingan Linggarjati
Desa Linggarjati, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan
OBYEK WISATA CIBULAN
Desa Manis Kidul, Kecamatan Jalaksana,
Kabupaten Kuningan, Jawa Barat – Indonesia
NASI JAMBLANG MANG DUL
Jalan Doktor Cipto Mangunkusumo No. 8, Pekiringan
Kesambi, Cirebon, Jawa Barat 45131
Sebagai pejalan yang pernah sedikit trauma sama Cirebon, gue seneng bisa kembali jalan-jalan di sana dan mengalami hal-hal menyenangkan bersama #TeamBernard. Terima kasih sudah ngajak ke Cirebon, Bang Ben ๐
LikeLike
Maacih udah bantuin ya katiti ๐
LikeLike
aku ndak diajak ๐ฆ
LikeLike
Kan kamu sibuk galau mau pindah kantor kabani…
LikeLike
gila mantep banget bang perjalannya..sukses terus ya.
LikeLike
Thanks yaaa
LikeLike