Berhenti Sejenak


Menjelang akhir 2021 saya dapat berkah yang luar biasa. Rasanya ini adalah berkah terbesar selama pandemi berlangsung sejak awal 2020. Saya terpaksa masuk rumah sakit dan istirahat selama 3 hari. Those were my best 3 days since the pandemic hit us.

Kantor saya adalah type kantor yang mengutamakan keselamatan karyawannya, jadi sejak pertama pandemi merebak, karyawan sudah diinstruksikan untuk bekerja dari rumah. Work From Home ini masih berlangsung sampai saat tulisan ini dibuat, dan bahkan sudah berkembang menjadi hybrid, artinya pekerjaan bisa dilakukan dari rumah atau dari kantor tergantung kebutuhan. Bebas.

This sounds good, right? Yes, IT IS good. Tapi ada hal yang getting worst selama WFH. Yang paling jelas, kita semua tau bahwa di rumah itu batasan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi menjadi sangat tipis, blur, bahkan rasanya udah nggak ada batas. Kerja sambil makan, kerja sampe tengah malam, kerja pas weekend, tetap kerja pas ambil cuti, bahkan yang paling parah adalah kerja saat sedang sakit.

Yang salah siapa? Ya saya sendiri. Sulit sekali rasanya membuat batasan yang jelas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi bagi orang dengan tipe ‘people pleaser’ seperti saya. Email harus segera direspon dengan segera, kasian kalo orang lain menunggu, semua meeting invitation diterima dan diikuti, gak enak kalo gak hadir padahal cuma supporting actor, semua to do list hari ini harus diselesaikan hari ini juga (padahal to do list ditambah sendiri terus tiap jam), gak enak sama rekan kerja, gak enak sama customer, gak enak sama business partner, gak enak sama atasan, dan seterusnya. Cuti? Apa itu cuti? Weekend aja saya masih tetap buka laptop dan kerja kok.

Pandemi juga membawa banyak masalah di pekerjaan, supply seret karena vendor kena covid lah, shipment terlambat karena penerbangan berkurang lah, business partner yang jadi ngegas melulu karena difollow up lah, semua orang minta inovasi ini lah itulah, problem solving lah. Tekanan makin bertambah sementara saya selalu berusaha keras untuk tidak ‘menyalurkan’ tekanan tersebut ke orang lain. Partly karena nggak mau, partly karena nggak bisa. Sampai akhirnya tubuh saya yang sudah mulai menua ini nggak tahan dengan tekanan yang menumpuk tersebut.

Suatu hari di bulan November 2021 saya jatuh sakit, masuk IGD, dan terpaksa harus dirawat. Hasil lab-nya berantakan, score-nya tinggi semua wkwkwk. Pak Dokter bilang, itu karena lifestyle, salah makan, kurang tidur, ini lah itu lah, yang sumber utamanya adalah stress. Stress yang ini cukup berbahaya karena saya nggak sadar saya stress. Karena nggak sadar, ada mekanisme tubuh yang berusaha ‘menghibur’ dengan cara-cara yang nggak terkontrol, misalnya makan ‘enak’ terus, nonton series sampe tidur cuma sedikit, olahraga yang penting angkat beban yang berat, dan lain sebagainya. Jadi walaupun dari luar terlihat baik-baik saja, kondisi tubuh makin berantakan di dalam. Ya memang sudah waktunya kolaps hahaha.

The good thing is, saya nggak punya waktu siap-siap, dan saya langsung masuk kamar rawat setelah diperiksa di IGD. Jadi nggak bawa apa-apa, baju dan peralatan pribadi diantarkan kemudian oleh keluarga dan teman. Ini kunci kenapa 3 hari di rumah sakit adalah waktu terbaik saya selama pandemi. Pada waktu saya minta dibawakan laptop, tidak ada seorangpun yang mau. Jadi di awal saya sempat panik karena rasanya seperti kehilangan pegangan, tapi kemudian malah jadi rileks. Team di kantor juga nggak pernah menyinggung pekerjaan kalau kontak saya. Tentu saya nanya ini itu soal kerjaan, tapi nggak ada yang jawab hahaha. Customer sih nelpon tapi semua yang nungguin saya melotot tiap ada telepon masuk, jadi ya gak berani ngangkat. Tau soal situasi kantor juga dari group whatsapp dan rasanya baik-baik saja (belakangan saya tau ternyata ada krisis di kantor selama saya dirawat 😅).

Tentunya perawatan rumah sakit juga sangat membantu, makan sehat dan teratur, diberi obat tidur yang cukup bisa membuat saya istirahat siang dan malam, daaan perhatian orang-orang tersayang yang datang setiap saat (walaupun keluarga sempat panik karena ini pertama kalinya saya dirawat di rumah sakit).

Pelajaran yang saya dapat dari peristiwa tersebut adalah, nggak ada salahnya untuk keluar dari rutinitas, healing itu nggak usah ke mana-mana, nggak usah ngapa-ngapain, istirahat aja, tidur. Kuncinya adalah sadar untuk merasa cukup. Pekerjaan akan selalu ada di sana, dia nggak ke mana-mana. Krisis eventually akan selesai. Lakukan semua dengan kadar yang cukup. Kerja cukup, makan cukup, tidur cukup, jangan berlebihan. Saya masih belajar setiap hari, tapi sekarang saya tau apa yang harus saya lakukan. Berhenti sejenak.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s