Busines Trip Plus Plus di India


Gue gak pernah punya rencana untuk travelling ke India. Banyak alasannya. Yang paling utama adalah cerita teman-teman yang pernah ke sana. Makanannya, kumuhnya, tingkat kriminal, dan banyak lagi kisah buruk tentang India. Bukannya gak ada yang menarik di India. Taj Mahal adalah salah satu tempat yang sangat menarik buat gue. Tapi sekali lagi, itu gak cukup untuk membuat gue tertarik pergi ke sana. Sampai akhirnya pertengahan Juli kemarin gue mendapat tugas untuk menghadiri meeting di India, tepatnya di Gurgaon, kawasan industri di dekat New Delhi. Namanya prajurit, gak boleh nolak tugas kan?

Asli gue gak excited sama sekali menjelang keberangkatan. Apalagi sepulang dari India gue sudah ada rencana liburan yang jauh lebih menarik. Dan of course, karena ditambahi cerita-cerita ‘menyeramkan’ tentang India, terutama makanan dan kebersihannya. Teman-teman menyarankan untuk makan makanan hotel dan gak nekat mencoba-coba street food. Jadi yang paling penting untuk disiapkan adalah makanan ‘tambahan’ seperti mi instan just in case gak cocok sama makanan hotel dan juga beberapa obat-obatan pribadi.

Hotel tempat meeting diadakan ternyata semacam resort hotel yang fasilitasnya lengkap tapi jauh dari mana-mana. Jadinya ya selama berhari-hari tinggal dan beraktifitas di dalam hotel aja. Pssst selama 5 hari di India berat gue turun hampir 2 kilo karena makan teratur tapi sedikit, dan tiap hari ngegym karena gak ada acara lain hahaha.

Service hotel sangat menyenangkan, berhubung gue blom pernah nginep di hotel bintang 5 ya rasanya agak kagok aja sih dilayani kayak raja gitu. Disapa ramah tiap ketemu (pake kepala goyang-goyang hahaha), ditanyain perlu bantuan apa ngga kalo pas ketemu siapapun pegawai hotel, sarapan diambilin ke meja, dibawa keliling ke tiap counter makanan dan dijelasin apa isinya, ditanyain apa spreinya mau dibukain (padahal blom ditidurin juga tempat tidurnya) dll dll. Super ramah pokoknya, jadi betah hahaha. Hotel juga menerapkan aturan no personal gratuities (no tipping maksudnya). Jadi kalo mau ngasi tip karena puas dengan pelayanannya, ntar aja pas check out ngasinya di amplop tertutup ke receptionist. Mungkin setelah dikumpulin baru ntar dibagi-bagi ke semua karyawannya.

Tentang makanan. Pada dasarnya gue bisa adaptasi dengan makanannya. Dua hari pertama doang sih. Abis itu gak tahan sama aroma bumbunya yang kuat banget. Solusinya, makan mi instan, bubur instan, plus sambel beli*is bekal dari Jakarta. Atau kalo malam pesen aja pizza ntar disambelin di kamar hahahaha. Gue jadi sangat familiar dengan bumbu India yang disebut masala. Entah apa isinya, tapi rasanya kuat banget. Khas India. Segala makanan dikasi masala ini. Cheese masala, omelette masala, kari masala, puding masala, bahkan nasi goreng pun pake masala LOL.

Nah, hari terakhir baru ada kesempatan keluar karena acaranya adalah cultural event. Yes, you are right! Nonton kesenian tradisional India, dikasi sajian khas India pedesaan, daaaaaan disuruh joget-joget di panggung. Awesome! Setelah acara selesai, peserta dibagi-bagi, ada yang pulang ke hotel, ada yang visit ke kantor, ada yang langsung ke airport. Ternyata ada satu mobil tersisa. Gue dan satu rekan dari Thailand yang akhirnya memanfaatkan mobil itu untuk jalan-jalan keliling New Delhi.

Gak seperti bayangan semula, kota New Delhi jauh dari kesan kumuh. Di mana-mana terlihat penuh pepohonan hijau. Taman-taman dibuat hampir di setiap sudut kota. Rumah-rumah juga terlihat rapi dan teratur. Kata Pak Sopir, yang tinggal di Delhi memang kalangan atas, jadi wajar kalau kota dibuat bagus. Apalagi Delhi kan pusat pemerintahan. Namun walaupun terlihat hijau, rapi, dan indah, tetap saja ada tunawisma yang berkeliaran di seluruh kota. Jadi malah terlihat kontras.

Oya, jangan kaget kalau kemacetan di Delhi jauh lebih parah dari Jakarta. Walaupun jalanan terlihat lebar namun attitude pengendara mobil dan motor sungguh menguras emosi. Jeritan klakson terdengar tiap saat. Salip menyalip tanpa aturan juga terjadi di semua ruas jalan. Ngerem mendadak? Tiap detik. Percuma juga kalo mau tidur di mobil hahaha. Bedanya dengan di Indonesia, di sana mereka sadar kalau salip-salipan udah biasa, jadi gak ada tuh marah-marah dan ngamuk-ngamuk karena jalannya dipotong. Mereka tinggal siapin strategi lagi buat gantian nyalip kalo ada kesempatan berikutnya hahaha.

Sebenarnya banyak obyek yang bisa dikunjungi di New Delhi, namun karena waktu terbatas, sementara kondisi jalanan sangat macet di Jumat sore, maka kami hanya bisa memilih 2 obyek untuk dikunjungi. Jadi kami memutuskan hanya mengunjungi Humayun Tomb dan India Gate yang dari segi waktu mencukupi.

Humayun Tomb adalah sebuah kawasan makam tua yang dibangun menyerupai bangunan Taj Mahal di India. Sepertinya sih memang terinspirasi dari bangunan tersebut. Kawasan ini cukup luas dengan bangunan berarsitektur Islam yang indah. Seluruh bangunan di kawasan makam didominasi warna coklat kemerahan dari mulai gerbang hingga makam utama. Ada apa di dalamnya? Ya makam. Ada beberapa makam di dalam bangunan utama yang diisi oleh raja dan keluarganya. Dari mulai pintu gerbang sampai ke bangunan utama terbentang taman yang dihiasi pohon-pohon besar dan kolam air mancur. Yang cukup unik adalah di dekat gerbang terdapat sebuah kawasan makam yang jauh lebih kecil namun tetap terlihat indah. Konon ini adalah makam tukang cukur sang raja. Dibangun karena sang raja sangat menyayangi tukang cukurnya tersebut. Wow!

Setelah Humayun Tomb, kami menuju ke India Gate. Bangunan yang terkesan berkonsep mirip dengan Arc de Triomphe di Paris ini terletak di tengah alun-alun kota. Di Jumat sore seperti ini kawasan alun-alun penuh dengan pengunjung yang menghabiskan sore bersama teman-teman dan keluarga. Ramai sekali. Pedagang makanan dan minuman serta fotografer yang menawarkan jasa banyak beredar di seluruh kawasan. Sekeliling bangunan, sekitar 15 meter dipasang pagar yang dijaga oleh 2 orang penjaga. I prefer to call them The Guardian. 2 orang tersebut tinggi besar dan berwajah kaku. Namun selalu bersedia saat ada yang meminta foto bersama. Seragamnya cukup unik, terutama hiasan kepala yang mirip kipas berwarna warni. Kostum penjaga yang unik seperti ini juga pernah gue temukan di Athena dan Vatican. Setelah matahari terbenam kami kembali ke hotel karena temen gue harus buru-buru ke airport.

Flight gue kembali ke Jakarta via KL adalah Sabtu tengah malam, jadi gue masih ada waktu seharian di India. Gue gak mau dong bengong di hotel aja seharian. Setelah googling, tujuan wisata paling terkenal di India, Taj Mahal di kota Agra, ternyata hanya 4 jam dari hotel di Gurgaon. Setelah dihitung-hitung, waktunya masih sangat cukup, asalkan berangkat pagi-pagi sekali dari hotel. Lalu gue coba googling transportasinya. Masalahnya adalah, gue sulit untuk menemukan transportation service yang bisa dipercaya di sini. No offense, tapi sudah terlalu banyak beredar di internet mengenai ‘penipuan’ di bisnis ini. Dari mulai jadwal yang tidak sesuai dengan perjanjian, mobil yang berbeda, sampai kasus menghilang tanpa pesan. Waktu gue memang agak longgar untuk ke Agra, tapi juga gak cukup jika harus naik angkutan umum seperti bis atau kereta api, misalnya. Coba-coba nanya pakai mobil hotel, ternyata harganya bikin jantungan, sekitar 6 juta rupiah PP. Hampir 3 kali lipat dari harga paket yang banyak gue temukan di internet.
Akhirnya terpaksa pakai cara klasik. Gue minta bantuan rekan kantor untuk pesan paket daytrip ke Agra via agent yang bisa dipakai kantor. Walaupun gak bisa pake corporate rate, tapi at least aman dan bisa dipercaya. Total biayanya 1,9 juta PP, sudah termasuk driver, tour guide, makan siang, dan tiket masuk ke Taj Mahal dan Agra Fort. Dijemput di hotel jam 5 pagi. Mobilnya Kijang Innova, jadi sebenarnya kalo dipake bertiga masih nyaman dan jauh lebih hemat. Sayangnya gue cuma sendirian hehehe. Malamnya gue langsung packing karena paginya harus sekalian cek out.

Jam 5 pagi gue berangkat dari hotel setelah sebelumnya menyelesaikan proses cek out. Nanti pulangnya ke hotel lagi karena pihak hotel masih berkewajiban mengantar gue ke airport. Drivernya cukup komunikatif walaupun bahasa Inggrisnya gak terlalu lancar. Kekurangannya cuma dua. Terlalu bawel dan…ugh…aromanya agak menyengat hahaha. Tapi gak papa, gue tinggal tidur aja sejak mobil masuk tol.

Gue terbangun ketika mobil keluar dari tol dan mulai memasuki kota Agra. Di sini gue mulai merasa memasuki ‘India yang sesungguhnya’ seperti yang gue dengar dari cerita teman-teman. Agra adalah kota tua yang pernah menjadi pusat India di jaman dinasti Moghul. Sayangnya kota ini seperti tidak terawat. Kondisinya kumuh, jorok, dan kesan miskin terlihat di mana-mana. Perjalanan terpaksa dilakukan dengan lambat karena harus bertoleransi dengan motor, sapi, dan orang yang berjalan bebas hingga ke tengah jalan.

Sekitar jam 8.30 gue akhirnya tiba di area parkiran Taj Mahal. Harga tiket untuk turis lokal dan asing berbeda. Untuk turis asing sekitar 200 ribuan rupiah, sementara untuk turis lokal gak sampe sepersepuluhnya hahaha. Setelah mendapatkan tiket, kami langsung menuju ke gerbang Taj Mahal. Dari area parkir kira-kira 15 menit berjalan kaki. Bisa juga menggunakan shuttle semacam kereta odong-odong. Gue gak tau pasti berapa bayarnya tapi gue liat tour guide menyelipkan sejumlah uang sebelum turun.

Memasuki gerbang luar Taj Mahal, terlihat bangunan seperti kamar kos memanjang mengitari kawasan dan di tengahnya ada semacam lapangan. Kalau kita berdiri tepat di tengah-tangah lapangan, maka kita bisa melihat bahwa seluruh bangunan terlihat simetris antara kanan dan kiri. Letak seluruh pintu masuk juga simetris, tepat di tengah-tengah. Sebelum pengunjung bertambah banyak, kami segera masuk ke dalam gerbang utama Taj Mahal. Dari pintu gerbang sudah terlihat bangunan Taj Mahal yang sangat megah berdiri di kejauhan. Ada yang menarik di sini. Bangunan utama Taj Mahal dikelilingi oleh 4 menara. Dari pintu gerbang, terlihat 2 menara paling depan menjulang lebih tinggi dari bangunan utama. Namun ini ternyata hanya ilusi optikal. Kelak saat kita mendekatinya, bangunan utama jauh lebih tinggi dari keempat menaranya.

Mendekati bangunan utama, banyak turis yang berkumpul untuk mengambil foto. Gue pikir itu sekedar titik pengambilan foto yang bagus karena seluruh bangunan Taj Mahal terlihat jelas, namun ternyata bukan hanya itu. Tepat segaris dengan pintu masuk Taj Mahal terdapat bangku putih yang dulunya pernah digunakan untuk tempat berfoto Lady Diana saat mengunjungi Taj Mahal. Jadi bukan sekedar karena view-nya sangat tepat dan bagus, namun juga karena kenangan akan Lady Di yang membuat pengunjung antri untuk berfoto di tempat tersebut. Gue? Ya pasti ikut lah hahaha. Oya ini enaknya menggunakan tour guide lokal. Dia bisa seenaknya membentak-bentak turis lokal yang berlama-lama di tempat foto tersebut padahal antrian sangat panjang hahaha.

Di sisi kanan dan kiri Taj Mahal terdapat bangunan lain yang serupa satu sama lain. Jika kita menghadap ke Taj Mahal, bangunan di sisi kanan dulunya digunakan untuk tempat menginap keluarga, sedangkan di sisi kiri digunakan untuk masjid. Masjid ini masih digunakan sampai sekarang, dan itu sebabnya tiap Jumat Taj Mahal tertutup untuk umum, karena masjid digunakan untuk sholat Jumat.

Walaupun dikenal sebagai istana (palace), namun Taj Mahal sebenarnya adalah makam yang dibangun sang raja untuk istri tercintanya. Seluruh dinding dibuat dari batu marmer putih. Hiasannya dibuat secara manual dari batu-batu mulia dan ditanamkan ke dalam dinding marmer putih tersebut. Masuk ke dalam bangunan makam, pengambilan foto gak diijinkan. Gak ada lampu apapun di dalam makam, dan penerangan hanya mengandalkan cahaya dari luar yang didesain masuk ke dalam bangunan. Oya, kalau masuk ke dalam bangunan, alas kaki harus ditutup dengan pembungkus yang bisa didapat secara cuma-cuma saat pembelian tiket masuk. Ada apa di dalamnya? Ya cuma ada 2 nisan untuk sang Raja dan istrinya. Makamnya sendiri ada di bawah bangunan.

Di belakang bangunan mengalir sungai Yamuna, salah satu sungai besar di India. Ada cerita menarik lainnya. Tepat di seberang sungai, terdapat area taman yang dibangun setelah pembangunan Taj Mahal. Konon di area ini tadinya akan dibangun bangunan yang serupa dengan Taj Mahal namun seluruh dindingnya berwarna hitam. Entah mengapa rencana tersebut gak diteruskan sampai akhirnya sang raja meninggal dunia.

Selama berada di Taj Mahal, harus sabar ya sama si tour guide. Sebentar-sebentar dia akan berhenti dan bercerita panjang tentang sejarah dan fakta-fakta bangunan ini, yang sebenarnya bisa didapat dengan mudah di google. Tapi ya dengerin ajalah, dia kan sedang menjalankan tugasnya hahaha.

Sekitar jam 9.30, gue sudah keluar dari Taj Mahal. Udara sudah panas sekali dan pengunjung mulai memenuhi area ini. Tentu saja lengkap dengan wangi-wangian khas badan orang India. Jadi gue cepet-cepet kabur aja. Oya, ini tips penting. Mulai di pintu masuk, di dalam, dan saat keluar, akan ada banyak sekali penjual souvenir dan fotografer lokal yang menawarkan jasanya. Kalo gak berminat, mendingan jangan pernah bertatap mata dengan mereka. Kalo gak, ntar kita akan dikejar terus. Jangan lupa juga untuk selalu menjaga barang bawaan kita (dompet, kamera, paspor, dll). Konon copetnya juga parah di sini. Dan kata tour guide gue, gak boleh bawa tas besar, jadi ya bawa barang seperlunya aja.

Salah satu yang gak enak kalo pake tour guide adalah lo akan dibawa ke tempat-tempat jualan souvenir dan barang-barang kerajinan setempat. Maklumlah, si tour guide akan dapat persenan kalo turis yang dibawanya belanja di toko tersebut. Gue sih ngikut aja selama gak terlalu terganggu. Penasaran juga liat-liat kerajinan setempat dan proses pembuatannya. Gue diajak mampir di tempat jualan kain sari, kerajinan marmer, kerajinan perak, toko karpet dan beberapa toko lain, walaupun gue akhirnya belanja cuma di toko souvenir. Itu juga cuma beli magnet kulkas sama kartu pos doang hahahaha. Oya, gue nolak sih pas dibawa ke tempat kerajinan kulit (tas, dompet, jaket). Bukan apa-apa, cuma takut gak sanggup nahan diri buat belanja hahahaha.

Tempat selanjutnya yang dikunjungi adalah Agra Redfort. Benteng kuno yang dibangun di abad 16 di tengah kota Agra ini terlihat sangat megah. Warna merah kecoklatan mendominasi hampir seluruh dinding luar benteng dan sebagian besar bangunan di dalamnya. Itu kenapa dinamakan redfort. Pembangunannya memakan waktu sekitar 8 tahun oleh lebih dari 4000 orang pekerja. Hanya sebagian benteng yang dibuka untuk umum, sementara sebagian lainnya masih digunakan pihak militer setempat.

Walaupun namanya benteng, namun di dalamnya sebenarnya juga merupakan istana penguasa India jaman dulu. Mirip dengan keraton di Indonesia. Ada aula tempat pengadilan berlangsung (Diwan I Am), ada ‘keputren’ dan pemandian (jacuzzi) untuk para istri dan putri raja (Jahangir Palace), ada paviliun tempat raja bersantai dengan pemandangan sungai Yamuna dan Taj Mahal di seberang sungai, dan ada juga ribuan kamar untuk keluarga kerajaan. Walaupun sebagian besar bangunan berwarna merah kecoklatan, namun istana raja dan pernak perniknya banyak yang berwarna putih karena dibuat dengan marmer putih mirip dengan Taj Mahal. Jadi di dalam benteng suasana terlihat kontras antara merah kecoklatan dan putih.


Ada cerita menarik tentang raja ini. Walaupun beliau beragama Islam, namun istri-istrinya ada yang beragama Hindu, Islam, dan Yahudi. Sehingga tidak mengherankan bahwa meskipun mayoritas bangunan berarsitektur Islam (mirip masjid di Taj Mahal), namun ada ruangan yang khusus diberikan untuk istrinya yang beragama Hindu untuk menempatkan patung-patung dewa sesuai kepercayaannya. Lalu di dinding salah satu bangunan terdapat gambar Bintang Daud untuk menghormati istrinya yang beragama Yahudi.

Keunikan lainnya adalah terlihatnya sebuah makam di dekat aula tempat pengadilan berlangsung. Makam itu adalah makan seorang pemimpin tentara barat yang memerintah di India pada jaman itu. Namanya John Colvin. Dia meninggal karena sakit dan terpaksa dimakamkan di depan Diwan I Am karena gak bisa dibawa keluar karena ada pemberontakan saat itu.

Sayangnya udara di India di bulan Juli terlalu panas dan kelembabannya sangat tinggi, sehingga gue merasa gak kuat. Bahkan sempat berhenti hampir setengah jam di dalam benteng karena gue rasanya mau pingsan. FYI, hot weather is my cryptonite, kecuali kalo lagi di pantai. Itu sebabnya gue lebih suka travelling di musim gugur atau musim dingin. Jadi terpaksa gue buru-buru balik ke mobil. Kebetulan sudah hampir jam dua belas. Gue terpaksa merelakan makan siang yang sudah termasuk di paket daytrip karena gue lebih memilih kembali ke hotel. Makan siang memang baru tersedia jam 1 siang di salah satu hotel yang menjadi partner sebagian besar travel agent di Delhi dan Agra. Dan gue gak mau nunggu. Daripada pingsan kepanasan ntar kan gak lucu.

Di tengah perjalanan pulang gue kelaparan juga. Untung ada rest area di jalan tol, jadi gue mampir untuk makan siang. Karena cukup ‘trauma’ dengan makanan India yang beraroma kuat, gue memutuskan untuk makan di pizza hut aja. Menunya lebih ‘normal’. Setelah terpapar panas berjam-jam, minum lemonade pasti akan terasa sangat nikmat. Namun apa yang terjadi sodara-sodara…?? Lemonade-nya beraroma masala. Oh my God, again ??? 😭😭😭. Gue langsung pesan pepsi aja lagi daripada pizza yang udah masuk perut malah jadi keluar semua gara-gara aroma masala itu hahahaha.

Mungkin karena kelelahan, selama perjalanan ke hotel di Gurgaon gue tidur di mobil. Dan ternyata sampai tidur bangun berkali-kali, gak nyampe juga dong. Total perjalanan pulang sekitar 6 jam karena macet di dalam kota New Delhi. Kata si pak sopir, orang-orang di New Delhi justru keluar rumah di sabtu siang-sore untuk makan, nongkrong, atau sekedar jalan-jalan bersama keluarga. Jadi jalanan selalu macet parah di hari Sabtu. Akhirnya gue tiba di hotel sekitar jam 6 sore. Karena sudah cek out pagi-pagi sebelum berangkat, gue gak bisa mandi dan membersihkan diri lagi. Gue cuma lapor ke front desk dan meminta mereka menyiapkan mobil untuk ke airport. Jam 7 gue sudah tiba di airport. Apa boleh buat, gue terpaksa nunggu 4 jam lebih sampai waktunya bording. Well, gue tidur sih di airport hahaha.

Oya, kalo ada yang nanya soal internet, gue gak tau. Gue cuma pake internet di hotel dan airport. Di luar itu, gue menikmati jalan-jalan gue. Toh cuma seharian aja. Upload foto-foto dan bikin iri temen-temen? Gampang, ntar aja di Jakarta hahahaha.

Overall I enjoyed my short trip to India.

Did I like it? Yes, very much. It’s an interesting trip.

Do I want to be back there? Hmmm I’m not sure. For me it’s not a place that I want to go back again and again. But who knows? Jaipur and Mumbai sound interesting 🙂

Oh, by the way, seperti sudah gue bilang di awal tulisan ini, there’s another trip waiting for me in Jakarta. My birthday trip. Yang ini murni jalan-jalan. No business. Leyeh-leyeh doang. Poto-poto. Narsisan. Ntar ceritanya di postingan selanjutnya ya hehehe. Ciao

PS: foto-foto lain bisa dilihat di sini

12 comments

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s