“Don’t you have someone out there waiting for you?”
Itu pertanyaan pertama yang keluar dari petugas yang akan membantu proses endoskopi siang tadi.
Iya, gue di-endoskopi hari ini. Setelah seminggu penuh tersiksa oleh perut kembung, mual, sesak nafas, dan diare yang datang tak kenal waktu. Setelah terpaksa diantar ke UGD di tengah malam karena sakit perut tak tertahankan. Akhirnya hari ini gue menyerah dan mengikhlaskan diri untuk diobok-obok rongga perutnya.
Tadinya gue pikir endoskopi hanya prosedur sederhana dengan memasukkan pipa berkamera ke dalam rongga perut lalu setelah diketahui masalahnya maka tinggal diberi obat dan selesai. Ternyata prosedurnya cukup panjang. Pasien harus puasa makan dan minum (apapun) minimal 8 jam. Lalu ada pemeriksaan jantung dan darah sebelum diputuskan pasien bisa di-endoskopi. Pada saat endoskopi, pasien ‘ditidurkan’ agar tidak merasa sakit pada saat kamera dimasukkan ke dalam rongga perut. Jika ditemukan hal yang mencurigakan, maka dokter akan mengambil sedikit jaringan untuk diteliti lebih lanjut (biopsi). Total dari awal hingga pasien sadar kembali membutuhkan waktu +/- satu jam.
Hari ini juga untuk pertama kalinya gue merasakan pengalaman menggunakan kartu asuransi kantor. Selama 15 tahun bekerja, baru kali ini gue menggunakan fasilitas ini. Sebenarnya fasilitas asuransi hanya bisa digunakan untuk rawat inap, sementara rawat jalan pakai sistem reimbursement, tapi berhubung tindakan tadi termasuk full ODC (One Day Care) ya akhirnya di approve sama pihak asuransi. Pas liat perincian ternyata biayanya lumayan besar juga. Tapi proses konfirmasinya, alamakjan, ribet…!
Kembali ke kalimat pertama di atas. Kenapa petugas menanyakan hal tersebut? Pertama, walaupun bukan operasi, tapi tindakan endoskopi menggunakan prosedur/material yang digunakan untuk operasi, termasuk anestesi/pembiusan. Jadi walaupun kecil, tetap ada resiko kegagalan prosedur. Biasanya ada relative yang bisa langsung dikontak di luar ruangan jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Kebetulan gue tipe yang males ngerepotin orang lain jadi ya udah, sendiri aja. Kedua, karena pengaruh obat bius gue gak boleh nyetir sendiri pulangnya. Tadinya sih gue berniat naik taksi aja trus baru besok ambil mobil. Tapi berhubung proses asuransi, nunggu dokter konsul, makan siang, dan nunggu obat yang cukup lama, sisa bius sudah hilang sama sekali. Ya udah nyetir aja sendiri hehehe.
Anyway, ada satu pertanyaan penting. Obat tidur tadi dijual bebas gak sih? That was the best sleep I’ve ever had hahahahaha.
*photo from aiyisheng.org
..yet you can still laugh after getting through all of this, you’re the coolest.
LikeLike
Well it’s over kok. I should be happy, shouldn’t I?
LikeLike
Bang Ben, semoga lekas ketahuan sakitnya apa ya, dan semoga cepat sembuh juga.
Tapi gw salut, Bang… kalau orang lain habis endoskopi mungkin menye-menye di kasur, lo masih bisa nyetir sendiri, dan bahkan nulis ini.
LikeLike
Hahahaha sambil kerja di laptop soalnya katiti….satu lagi yang bikin gue mulai mikir untuk gak kerja sama orang. Terlalu berat bebannya hehehe #malahtsurhat
LikeLike