Jalan-Jalan Dadakan (tiga-ROMA)


Seperti sudah diceritakan di tulisan sebelumnya, pagi-pagi sekali saya sudah tiba di bandara Charles De Gaulle Paris untuk melanjutkan perjalanan ke Roma. Lama penerbangan sekitar 2 jam lebih, sehinggga sekitar pukul 9.30 pagi saya sudah tiba di bandara Fiumicino Roma. Bandara ini cukup besar dan ramai, kebanyakan oleh turis yang mengunjungi ibukota Italia ini. Oya, sebelum berangkat saya sudah memesan hotel di kawasan Vatican City. Alasannya, harga lebih murah, review lebih bagus, dan terutama dekat dengan obyek wisata Vatikan.

Dari bandara saya naik kereta ke stasiun Vatikan dengan biaya sekitar 8 Euro. Sebelumnya saya sudah googling, seharusnya ada kereta yang langsung menuju ke stasiun Termini di pusat kota Roma. Namanya Leonardo Express. Namun ternyata saya salah naik kereta. Kereta yang saya naiki adalah local train yang terpaksa harus nyambung untuk sampai di Vatikan. Jadi dari bandara saya naik kereta ke Trastevere, baru nyambung lagi naik kereta lain ke stasiun St. Pietro di Vatikan. Sialnya, sulit sekali bertanya ke penduduk setempat karena mereka rata-rata tidak bisa berbahasa Inggris. Untunglah di dalam kereta yang pertama, saya sebangku dengan seorang warga Afrika Selatan asal Hongkong yang sudah berkali-kali mengunjungi Roma untuk urusan pekerjaan. Dari dialah saya mendapatkan informasi mengenai kereta apa yang harus saya naiki setelah tiba di Trastevere. Untungnya lagi, di sini kereta berangkat tiap 20 menit, sehingga saya tidak harus menunggu lama untuk melanjutkan perjalanan.

20140722-192351-69831905.jpg

Stasiun St. Pietro adalah stasiun yang berada di Vatikan, yang dari bentuknya terlihat sudah cukup tua dan sepi. Di sini, saya turun dan keluar dari stasiun berbekal peta yang saya dapat di bandara. Saat di luar stasiun, saya kembali diserang kebingungan. Saya tidak tahu arah. Saya beranikan bertanya pada seorang ibu yang ada di depan stasiun, dan untungnya ibu itu mengerti Bahasa Inggris. Jadi dengan bantuan petunjuk dari si Ibu, pertama saya berjalan ke arah Basilica Saint Pietro yang sangat terkenal itu. Baru dari sana nanti saya mencari letak hotel saya yang seharusnya tidak jauh dari gereja itu. Setelah berjalan sekitar 15 menit, di depan saya berdiri sebuah bangunan besar yang selama ini hanya sempat saya lihat di televisi. Gereja Basilica Saint Pietro. Gereja tempat agama Katolik berpusat. Di depan bangunan gereja terdapat lapangan yang sangat luas, yang siang itu dipenuhi oleh turis dari berbagai Negara. Saya hanya berhenti sebentar untuk mengambil foto, lalu berbekal peta saya berjalan lagi mencari hotel saya.

Ternyata benar seperti yang disebutkan di website pemesanan hotel itu. Tidak sampai 5 menit saya tiba di depan bangunan tempat hotel saya berada. Saya baru sadar, itu bukan hotel, melainkan BnB. Namanya BnB Pegaso. Jadi si pemilik flat hanya mempunyai 1-2 kamar di dalam unitnya yang disewakan kepada turis. Unit saya ada di lantai dua, dan kamar saya berada tepat di depan pintu. Pemiliknya adalah seorang wanita Italia yang sudah cukup berumur. Namanya Natalia. Sangat ramah dan menyenangkan. Walaupun dengan bahasa Inggris yang sangat terbatas, dia mencoba memberikan informasi yang cukup kepada saya sebagai turis. Kamarnya bersih dengan tempat tidur besar, kamar mandi juga bersih dengan air panas tersedia setiap saat, wifi yang cukup cepat, dan air minum disediakan di dalam kulkas. Sarapan diantar ke kamar pukul 8 pagi (atau sesuai request). Saya diberi 3 buah kunci. Satu kunci kamar, satu kunci flat, dan satu kunci gedung. Jadi saya bebas keluar masuk kapanpun saya mau. Setelah mandi dan beristirahat sebentar, sore itu saya memutuskan untuk berjalan-jalan hanya di sekitar Vatican saja. Baru keesokan harinya saya akan keliling Roma.

Tujuan pertama saya tentu saja Basilica St. Pietro. Jumlah pengunjung di lapangan terlihat sudah jauh berkurang. Kebetulan ini bukan peak season, jadi jumlah turis tidak terlalu banyak. Biasanya jumlah turis memuncak menjelang hari-hari suci umat Katolik, karena pengunjung tidak hanya datang untuk berwisata, tapi juga beribadah. Lapangan di depan gereja (Piazza Saint Pietro) terlihat sangat luas saat saya berdiri di tengah-tengahnya. Gereja jadi terlihat jauh. Semakin mendekat, gereja terlihat semakin besar dan semakin besar. Dan saat saya berdiri tepat di depannya, gereja terasa sangat megah. Pilar-pilarnya terlihat seperti raksasa yang menyangga bangunan gereja. Di sekeliling bangunan gereja terlihat petugas keamanan yang berjaga-jaga 24 /7 untuk mengantisipasi gangguan keamanan. Walaupun sudah cukup sepi, namun saya masih tetap harus mengantri untuk masuk ke dalam gereja.

20140722-192622-69982934.jpg

Selepas pemeriksaan, saya menuju ke pintu utama gereja. Saat melewati gerbang samping, saya melihat ada penjaga dengan kostum unik yang berjaga di depan pintu. Setelah saya cari tahu, ternyata penjaga itu disebut Swiss Guard. Ya, memang mereka adalah prajurit Swiss yang ditugaskan untuk menjaga keselamatan Paus di Vatikan. Semacam bodyguard. Sampai saat ini memang yang boleh menjadi Swiss Guard hanya pria. Namun ada kemungkinan ke depannya akan dibuka rekrutmen untuk wanita juga.

20140722-202932-73772162.jpg

Saat saya masuk ke dalam gereja, ternyata sedang ada misa, sehingga gereja ditutup sebagian dan pengunjung hanya bisa mengunjungi beberapa bagian gereja saja. Misa tidak dipimpin oleh Paus, namun oleh cardinal yang ada di sana secara bergantian. Paus hanya memimpin misa-misa tertentu saja. Jadi saya tidak berharap untuk bertemu Paus dalam kunjungan singkat saya ini hahaha. Bagian dalam gereja sangat megah dan indah. Patung, lukisan, ukiran, mozaik, lantai, pilar, langit-langit, kursi, meja, dan lain-lain semuanya dibuat dengan citarasa seni yang tinggi. Pembangunan gereja berlangsung selama 120 tahun dan saat ini telah berusia hampir 400 tahun. Arsitektur gereja dibuat dengan gaya Renaissance dan Baroque. Yang paling terkenal dari bentuk gereja ini adalah bentuk kubahnya yang besar karya Michaelangelo. Karena penasaran, saya memutuskan untuk naik ke atas kubah.

20140722-192909-70149534.jpg

Biasanya untuk naik ke atas kubah kita harus mengantri cukup lama. Namun karena hari sudah sore, pengunjung sudah jauh berkurang, sehingga saya tidak perlu mengantri. Hanya bayar 9 Euro, langsung masuk lift dan naik ke atas. Ternyata lift hanya berhenti sampai dasar kubah. Di sini kita bisa melihat bagian dalam gereja dari atas. Karena kebetulan sedang ada misa, maka saya bisa menyaksikan jalannya misa juga di sana. Di sekeliling kubah dipasang kawat sehingga cukup mengganggu untuk mengambil foto gereja dari atas. Lalu untuk sampai ke puncak, pengunjung harus naik tangga melingkar lagi. Makin ke atas, anak tangga semakin sempit dan miring. Pencahayaan hanya berasal dari ventilasi, sehingga saat sepi seperti ini cukup menegangkan juga. Serasa sedang melakukan pengintaian seperti di dalam film-film action hahaha. Setelah berjalan kurang lebih 15 menit, saya tiba juga di bagian luar kubah. Dari sini saya bisa melihat sekeliling gereja, mulai dari lapangan besar di depan gereja, kebun dan bangunan di belakang gereja, hingga kota Vatikan di sekeliling gereja. Tinggi kubah ini lebih dari 130 meter, kira-kira setinggi Monas. Pemandangan cukup indah dilihat dari atas. Namun saya tidak bisa berlama-lama karena hari sudah menjelang petang dan gereja harus segera dikosongkan. Kemudian saya turun melewati tangga dan dilanjutkan dengan lift.

20140722-193650-70610358.jpg

Di luar langit masih terang, sehingga saya menyempatkan diri berkeliling di sekitar kawasan gereja, mengunjungi toko-toko souvenir, membeli kartu pos untuk dikirim ke beberapa teman di Indonesia, dan melihat-lihat deretan restoran di sepanjang jalan. Astaga, saya baru sadar bahwa ternyata saya belum makan sejak tiba di Roma siang tadi. Tiba-tiba perut terasa lapar dan saya pun memutuskan untuk mampir ke salah satu restoran dan memesan makanan. Karena ini di Italia, maka saya memesan makanan Italia. Yak, benar, spaghetti dan pizza. Maklum, karena kelaparan saya memesan kedua-duanya. Harganya cukup lumayan untuk ukuran turis Indonesia seperti saya. Spaghetti kira-kira 9 Euro dan Pizza 5 Euro. Rasanya cukup lumayan, terutama karena saya selalu membawa sambal sachet kemanapun saya pergi hahaha.

20140722-203416-74056831.jpg

Setelah makan dan duduk-duduk sejenak, karena hari mulai gelap dan saya mulai merasa lelah, akhirnya saya memutuskan pulang dan beristirahat. Tapi, malamnya saya keluar lagi untuk sekedar menyaksikan Basilica St. Pietro di malam hari, lengkap dengan lampu-lampu yang menghiasinya. Indah sekali. Sekalian cari makan juga sih sebenarnya hahaha.

Keesokan harinya, setelah sarapan, saya berangkat dari hotel sekitar pukul 9.00. Tujuan pertama saya adalah Vatican Museum, baru kemudian saya naik metro ke pusat kota Roma. Namun rencana berantakan karena saat saya tiba di kawasan museum, antrian sudah mencapai ratusan meter. Ternyata saya kesiangan. Dan karena saya hanya punya hari ini untuk berjalan-jalan, maka saya terpaksa melewatkan museum ini dan langsung menuju ke stasiun Ottaviano untuk melanjutkan perjalanan. Harga tiket metro sekali jalan adalah 1,5 Euro, namun karena saya akan menggunakannya seharian, maka saya membeli tiket terusan (daily pass) seharga 6 Euro. Tiket terusan ini bisa digunakan untuk naik kereta, dan bus. Dari Ottaviano station saya menggunakan Metro Line A menuju Termini Station. Termini adalah central station di Roma. Semua line metro melewati stasiun ini. Namun saat di dalam kereta, saya mempelajari peta, dan akhirnya memutuskan untuk berhenti di Barberini Station untuk mengunjungi Fontana di Trevi. Dari sana saya akan berjalan kaki menuju tempat-tempat lainnya, baru pulangnya saya akan naik metro lagi ke Ottaviano. Bagi saya ini merupakan cara terbaik untuk menikmati kota Roma yang mirip museum raksasa. Kebetulan cuaca cukup bersahabat dan tidak terlalu dingin, jadi saya sangat menikmati perjalanan.

20140722-203744-74264520.jpg

Perhentian pertama saya adalah Fontana di Trevi. Jika membawa peta, pusat kota Roma tidaklah terlalu sulit untuk dimengerti. Dari Barberini Station, saya berjalan kaki sekitar 15 menit untuk tiba di kolam air mancur paling terkenal di dunia ini. Jalan-jalan di kota Roma tidak terlalu lebar, dan kendaraan juga tidak terlalu banyak lalu lalang, apalagi di sekitar tempat-tempat wisata. Dan seperti sudah saya sebutkan di atas, Roma ini mirip museum raksasa. Bangunan di seluruh kota merupakan bangunan-bangunantua yang terawat. Jalanannya dibuat dari susunan paving. Dan berjalan di kota Roma ini serasa ada di film Da Vinci Code. Jalanan yang berupa lorong temaram dan sepi, membuat kita merasa diikuti seseorang. Hahahaha lebay emang.

20140722-194016-70816312.jpg

20140722-202404-73444669.jpg

Fontana di Trevi adalah sebuah kolam air mancur berlatar belakang istana yang penuh dengan patung dewa Yunani. Usianya sudah lebih dari 250 tahun. Sekeliling air mancur dipenuhi dengan turis yang duduk-duduk menikmati segarnya udara di sini, berfoto, atau melakukan tradisi lempar koin. Konon, kalau kita melempar satu koin, maka kita akan kembali ke sini. Kalau melempar dua koin, maka kita akan menemukan cinta sejati. Dan melemparnya juga pake aturan, koin harus dilempar memakai tangan kanan melewati bahu kiri. Saya? Tentu saja ikut ‘meramaikan’ tradisi ini hahaha. Oya, saat saya ke sini, saya teringat ‘niat mulia’ seorang teman. Waktu itu dia bilang ‘I want to go to Fontana di Trevi and kiss a stranger there’. Good idea banget kan? :p

20140722-193246-70366789.jpg

Setelah puas menikmati kolam, saya melanjutkan perjalanan ke Pantheon. Kembali saya berjalan melewati lorong-lorong suram dengan kafe-kafe dan kios souvenir di kiri kanan jalan. Pantheon yang ada di sini bentuknya mirip dengan Pantheon yang ada di Athena, hanya saja yang di Athena sudah berupa reruntuhan, sementara di sini bangunannya masih utuh. Di depan Pantheon ada semacam lapangan kecil yang juga dipenuhi turis. Di tengah lapangan itu ada musisi jalanan yang memainkan musik dengan demikian bagusnya sampai orang-orang ikut bertepuk tangan dan bergoyang bersama.

20140722-203105-73865112.jpg

Tujuan selanjutnya adalah Colloseum. Sambil berjalan ke arah Colloseum, saya melewati banyak tempat-tempat menarik, seperti gereja-gereja tua di sepanjang jalan, piazza (lapangan) dengan bangunan-bangunan tua, reruntuhan bangunan jaman Romawi yang tersebar di sudut-sudut jalanan, dan toko-toko souvenir khas Roma. Di tengah sebuah persimpangan jalan, sebuah bangunan menarik perhatian saya. Namanya Palazzo Venezia. Bangunan ini tampak seperti istana tua yang besar sekali dan sudah berusia lebih dari 600 tahun. Palazzo Venezia pernah menjadi kediaman seorang cardinal, kediaman duta besar Austria untuk Vatican, kediaman Benito Mussolini, dan kini menjadi museum. Karena lelah, saya berhenti sejenak di sini sekalian makan siang. Makan siang di sini berarti hot dog plus sambal sachet asli Indonesia hahaha.

Saat saya sedang beristirahat sambil memandangi turis yang lalu lalang di sepanjang jalan, seorang bapak pedagang souvenir menghampiri saya dan menawarkan dagangannya. Iseng-iseng saya mengobrol dengannya. Bapak itu adalah orang Bangladesh yang sudah tinggal di Roma hampir 10 tahun. Dan selama itu dia hanya menjual souvenir. Namun di kampungnya, dia sudah terkenal sebagai orang yang sukses ‘berkarir’ di luar negeri. Selama 10 tahun ini dia hanya pulang kampung dua kali, dan tiap pulang ke Roma selalu ada anggota keluarganya yang ikut dengannya. Mirip pulang kampung saat Lebaran di Indonesia hahaha. Tapi ada yang saya kagumi darinya. Selama 10 tahun ini dia sudah fasih berbicara dalam bahasa Inggris, Italia, dan Belanda. Katanya dia belajar banyak dari pelanggan-pelanggan souvenirnya. Oya, dia juga bisa sedikit bahasa Indonesia, seperti ‘selamat pagi’, ‘terima kasih’, ‘murah’, ‘dua euro’, dan beberapa kosa kata sederhana lainnya.

Setelah cukup beristirahat, saya melanjutkan perjalanan lagi. Tak jauh dari Palazzo Venezia, terdapat sebuah lembah yang terletak di antara bukit Palatine dan bukit Capitoline. Di lembah ini terdapat reruntuhan pusat kota Romawi kuno yang disebut Roman Forum. Di sini terlihat banyak bangunan berbentuk istana, kuil, dan terdapat juga patung-patung dan monumen peninggalan masa kejayaan Romawi kuno. Di sini saya mengalami saat-saat ‘penyiksaan’ paling menegangkan sepanjang agenda jalan-jalan saya tahun ini. Iya, saya mendadak sakit perut. Dan perjalanan mencari toilet adalah perjalanan ‘neraka’. Perjalanan yang terasa tanpa akhir. Perjalanan paling menyiksa sepanjang hidup saya. Di Roma memang agak sulit menemukan toilet umum. Saat akhirnya saya menemukan toilet, saya masih harus antri selama 10 menit, dan ketika saya sudah berhasil masuk toilet, baru duduk sebentar saja sudah digedor-gedor penjaganya dari luar karena banyak yang antri. Kebayang kan gimana tersiksanya. Tapi saya tetap cuek saja. Duduk sampai hajat terselesakan dengan sempurna. Masalah diomel-omelin di luar itu masalah belakangan. Tinggal pasang tampang innocent sambil berjalan pergi hahaha.

20140722-195052-71452138.jpg

Di ujung Roman Forum, terlihat Colloseum yang berdiri dengan megahnya. Reruntuhan arena tempat gladiator jaman dulu bertarung ini sudah berusia hampir 2000 tahun. Di sekelilingnya dipenuhi oleh turis yang sibuk berfoto di sekitar bangunan. Saya langsung masuk ke area bangunan, namun saat masuk ke dalam terlihat antrian sudah sangat panjang. Karena lelah, saya memutuskan untuk menikmati saja bangunan dari luar. Di luar bangunan banyak tour guide yang menawarkan bantuan untuk menemani pengunjung dengan membayar sejumlah uang. Para tour guide ini terlihat sangat terorganisir. Mereka mengenakan tanda pengenal dan tidak saling berebutan pelanggan. Ada yang menyediakan layanan dalam bahasa Inggris, Italia (tentu saja), Spanyol, Jepang, Korea, dan Cina. Sayangnya saya tidak menemukan tour guide yang menawarkan layanan dalam bahasa Indonesia atau bahasa Melayu.

20140722-195300-71580800.jpg

Setelah puas beristirahat dan menikmati Colloseum dari luar, saya beranjak ke Colosseo Station untuk menuju ke gereja Santa Maria Maggiore. Saya turun di Cavour Station dan berjalan kaki ke gereja tersebut. Sayang sekali gereja sudah tutup, jadi tidak bisa masuk ke dalam. Jadi saya memutuskan untuk makan siang dulu di sebuah restoran setempat. Makan siang saya tentu saja makanan setempat. Spaghetti lagi. Tapi kali ini spaghetti-nya sungguh lezat. Lengkap dengan minyak cabai yang terasa pedas di lidah saya. Tak lupa desert es krim menutup makan siang saya. Soal harga, saya tutup mata sajalah. Maklum sudah kalap dan lapar hahaha.

Setelah makan siang saya melanjutkan perjalanan lagi ke Piazza del Popolo dari Cavour Station ke Flaminio Station. Dalam bahasa Italia modern, Piazza del Popolo artinya people square. Lapangan untuk orang-orang. Dulu sering digunakan sebagai tempat untuk eksekusi hukuman mati di depan publik. Namun sekarang hanya digunakan sebagai tempat nongkrong bagi turis dan penduduk setempat. Di tengah lapangan terdapat sebuah tugu dan di sekeliling lapangan terdapat pusat perbelanjaan. Seperti di Pantheon tadi, di sini juga terdapat musisi jalanan yang dikerumuni turis yang ikut bertepuk tangan dan bergoyang.

20140722-201726-73046426.jpg

Setelah puas dan kelelahan saya kembali ke hotel. Namun sebelum kembali ke hotel saya menyempatkan diri mampir ke Castle Saint de Angelo. Sebuah bangunan berbentuk benteng melingkar yang saat ini difungsikan sebagai museum. Sayangnya sudah tutup jadi untuk kesekian kali saya hanya menikmati dari luar saja. Di depan kastil terdapat sungai dan tepat di depan gerbang kastil terdapat jembatan yang melintasi sungai tersebut. Di kiri kanan jembatan terdapat patung 10 malaikat penjaga kastil. Patung-patung ini menjadi obyek foto yang menarik bagi para pengunjung. Di samping kastil terdapat taman kecil. Di taman ini ada beberapa anak yang duduk di kursi-kursi yang berjajar satu baris. Setelah saya dekati ternyata anak-anak tersebut sedang melukis kastil sesuai sudut pandang mereka. Ada yang melukis hanya puncak kastil dan awan-awan, ada yang melukis kastil secara penuh, ada yang melukis kastil separuh dan taman separuh, dan berbagai sudut pandang lainnya. Menarik sekali.

20140722-200941-72581035.jpg

20140722-201248-72768466.jpg

20140722-201425-72865509.jpg

Saat hari mulai gelap saya berjalan pulang ke hotel. Setelah mandi saya beristirahat sebentar. Malamnya saya keluar untuk makan malam di restoran di dekat Basilica. Setelah makan saya kembali ke hotel, berkemas, dan tidur, karena keesokan harinya pagi-pagi sekali saya sudah harus berangkat ke bandara. Oya, pembayaran hotel saya lakukan malam itu juga.

Paginya saya bangun pukul 4. Ternyata Natalia sudah bangun dan mengantarkan bekal sarapan ke kamar saya. Setelah memasukkan bekal ke dalam tas saya berangkat ke ujung Via Crescenzio, menunggu bis pertama yang menuju ke bandara. Ternyata sudah ada beberapa orang yang juga akan menggunakan bis yang sama. Ongkosnya 6 Euro sekali jalan, dan kalau pagi-pagi sekali hanya butuh waktu sekitar 25 menit untuk sampai ke bandara.

Ini adalah akhir perjalanan saya kali ini. Saya terbang kembali ke Paris sebelum terbang pulang ke Jakarta. It was a great great great trip.

Arrivederci, Roma. Tornerò ancora un giorno

One comment

Leave a comment