Jalan-Jalan Dadakan (dua-PARIS)


Dua malam di Paris ternyata cukup untuk eksplorasi tempat-tempat wisata utamanya. Memang tidak bisa terlalu santai, tapi cukup.

Dari Stuttgart saya tiba di stasiun kereta Gare de Est sekitar jam 12.30 siang. Dengan bermodalkan peta tempat wisata di Paris (lengkap dengan jalur metro dan bus), saya dengan mudah menentukan perjalanan saya ke hotel dan tempat-tempat wisata tersebut. Yang agak susah itu kalau tanpa internet, jalan kaki dari metro station ke hotel suka nyasar. Maklum walaupun dekat, tapi jalannya mirip semua. Harus pake nanay dulu pertamanya. Sesudahnya tinggal inget2 salah satu landmark di daerah situ.

Di akhir Maret suhu udara Paris masih cenderung dingin. Apalagi untuk saya yang berasal dari negara tropis. Suhu di sore hari berkisar antara 9-10 derajat Celcius. Walaupun jaket tebal yang saya bawa seharusnya cukup membantu, namun kondisi saya yang masih kelelahan dari Stuttgart membuat saya masih merasa kedinginan.

Hotel saya terletak di pinggiran kota Paris yang cukup jauh dari pusat kota. Maklumlah, saya mencari hotel yang sesuai dengan budget saya. Yang paling penting adalah dekat dengan stasiun metro. Walaupun jaraknya jauh, namun waktu tempuh ke pusat kota masih kurang dari 30 menit. Resikonya, kalau mau jalan-jalan sekalian pagi sampai sore. Tapi tidak apa-apa toh waktu saya memang terbatas. Sekali jalan tiket naik metro harganya 1.7 Euro. Kalau beli sekaligus 10 tiket cuma sekitar 13 Euro. Kalau one day pass sekitar 16 Euro. Sampai hotel, saya mandi, beberes, dan langsung berangkat. Tujuan pertama saya: Eiffel! Karena hari pertama ini cuma setengah hari, saya beli tiket satuan saja.

Eiffel & Seine Cruise

Saya turun di stasiun Trocadero dan saat keluar dari stasiun, menara kebanggaan bangsa Perancis yang biasanya hanya bisa saya lihat di foto langsung terlihat di hadapan saya. Menara Eiffel berada di seberang sungai, jadi saya harus melewati jembatan dulu untuk sampai di kaki menara. Karena saya tiba di Paris hari Jumat sore, maka sudah masuk weekend. Jadi walaupun masih low season, namun menara Eiffel sudah dipenuhi pengunjung.

Walaupun Eiffel sebenarnya adalah menara yang seolah-olah tersusun atas rangka besi telanjang yang mirip konstruksi belum jadi, namun tetap terlihat cantik. Bahkan lebih cantik dari apa yang saya lihat dalam foto selama ini. Ada 4 kaki menara yang dilengkapi dengan lift untuk menuju ke atas. Jika kita ingin naik dan melihat pemandangan kota Paris dari atas menara, kita bisa membeli tiket sebesar 15 Euro. Saat itu saya memutuskan untuk tidak naik ke atas karena beberapa alasan. Yang paling utama adalah antrian tiket yang sangat panjang, padahal sudah sore. Sehingga walaupun ticket box masih dibuka hingga pukul 9 malam, tapi saya tidak punya waktu untuk antri. Jadi terpaksa saya melewatkan kesempatan itu.

20140629-153005-55805348.jpg

20140629-153005-55805673.jpg

Tepat di sebelah menara ada sebuah carousel yang ramai dikunjungi oleh keluarga dengan anak kecil. Carousel ini bahkan seolah-olah sudah menjadi kesatuan dengan menara Eiffel dan menjadi obyek foto yang cukup menarik. Saya tidak terlalu lama berada di sini. Saya memutuskan untuk meneruskan perjalanan dan kembali lagi malamnya untuk menikmati lampu-lampu Eiffel di malam hari.

Menara Eiffel dan taman-taman di sekitarnya sungguh sangat indah dan romantis. Hal ini menarik minat banyak pasangan untuk membuat foto pre-wedding di lokasi ini. Bahkan pasangan-pasangan ini datang dari seluruh dunia. Ada yang membawa fotografer profesional, ada yang datang bersama rombongan keluarga yang sekaligus jadi kru fotografer, dan ada yang datang hanya berdua dan mengandalkan auto-timer untuk mengambil foto. Saya menemukan salah satu momen terbaik mereka.

20140629-154052-56452339.jpg

Kebetulan menara Eiffel berdiri tepat di sisi sungai Seine, sungai yang mengalir di tengah kota Paris. Jadi ada satu alternatif lagi untuk melihat-lihat kota Paris, yaitu dengan menikmati Seine cruise. Dengan membayar sekitar 14 Euro, kita dibawa naik kapal menyusuri sungai Seine dan menikmati pemandangan kota Paris di sore hari. Udara masih sangat dingin, jadi setengah perjalanan saya ada di dek atas yang terbuka, setengahnya lagi saya turun ke dek bawah yang tertutup kaca. Lama perjalanan kira-kira 30- 45 menit.

Dari atas kapal kita bisa melihat bahwa kota Paris sangat indah. Penuh dengan bangunan-bangunan tua yang cantik. Jalanan berada agak tinggi di atas sungai, namun di bawah, di tepi sungai dibangun pedestrian yang bersih dan terawat baik. Di sore hari, pedestrian ini cukup ramai dikunjungi penduduk setempat dan wisatawan untuk sekedar nongkrong bersama teman-teman atau pasangan. Namanya juga romantic city, pinggiran sungai pun bisa jadi tempat pacaran yang romantis hahaha.

20140629-153127-55887371.jpg

20140629-153126-55886945.jpg

20140629-153126-55886515.jpg

20140629-153127-55887812.jpg

Selesai cruise saya pergi dari kawasan ini dan malamnya saya kembali lagi.

Eiffel di malam hari sungguh sangat indah. Ribuan lampu di badan menara dinyalakan membentuk sebuah siluet menara yang bersinar di tengah malam yang gelap. Kelelahan saya jauh berkurang melihat keindahan Eiffel di malam hari. Walaupun sudah hampir jam 10 malam, namun kawasan ini masih ramai oleh pengunjung. Ada satu informasi baru bagi saya. Foto menara Eiffel di malam hari dengan ribuan lampu menyala ini ternyata sudah ada hak paten (copy right)-nya. Jadi sebenarnya tidak boleh dipublikasikan. Namun sulit juga untuk menahan orang tidak mengambil foto dan mempublikasikannya, apalagi di era social media seperti sekarang. Jadi yang harus minta ijin (dan bayar) biasanya hanya foto Eiffel malam hari yang digunakan untuk kepentingan komersial, misalnya untuk iklan, atau dijual sebagai karya seni.

20140629-153849-56329011.jpg

20140629-153848-56328524.jpg

Sebelum pulang, saya mencoba chocolate crepes yang dijual di Trocadero. Makan chocolate crepes panas, di tengah dinginnya Paris, dengan pemandangan Eiffel di malam hari, PRECIOUS! Jam 10 saya akhirnya kelelahan dan pulang ke hotel.

Arc de Triomphe & Champs-Élysées

Setelah Seine cruise, dengan bermodal peta, saya berjalan menyusuri jalanan di Paris dari Eiffel ke Arc de Triomphe. Agak sedikit jauh, memang, tapi rasanya sayang kalau tidak menikmati jalanan di Paris dan hanya naik metro saja.

Kota Paris memang dibuat sangat bersahabat bagi pejalan kaki. Jalur pedestrian dibuat lebar. Sepanjang jalan ditanami pohon-pohon pelindung. Pemandangan sangat menyenangkan bagi saya. Kanan kiri jalan dipenuhi dengan bangunan-bangunan tua yang berupa perkantoran, pertokoan, cafe dan restoran. Jalanan cukup padat oleh kendaraan. Di beberapa tempat saya juga menemukan art museum dan gereja.

Setelah berjalan kaki kurang lebih satu jam, di depan sudah tampak sebuah persimpangan yang ramai, dan sebuah bangunan besar di tengahnya. Arc de Triomphe.

Arc de Triomphe adalah sebuah monumen yang dibangun untuk mengingat jasa-jasa para prajurit mereka yang tewas dalam peperangan. Semacam Tugu Pahlawan di Surabaya. Tingginya sekitar 50 meter dan seperti sudah saya sebutkan di atas, terletak di tengah persimpangan banyak jalan. Konon Bung Karno saat membangun Monas dulu juga mengambil ide dari letak monumen ini, yaitu di tengah persimpangan banyak jalan utama.

Agar tidak mengganggu lalu lintas, maka akses menyeberang ke monumen dilakukan lewat bawah tanah. Mirip Monas juga. Dan sialnya hari itu banyak kebetulan yang terjadi. Kebetulan yang pertama adalah monumen sedang direnovasi, sehingga keindahannya sedikit berkurang dengan adanya kayu-kayu penopang di sana sini. Kebetulan yang kedua adalah tidak dioperasikannya elevator untuk naik ke atas monumen. Jadi yang mau naik harus lewat tangga dan tetap membayar 9 Euro. Namun karena saya penasaran, tetap saya lakukan walaupun harus naik lewat tangga memutar yang cukup curam.

Pemandangan dari atas sangat menakjubkan. Saya bisa melihat kota Paris dari ketinggian monumen, di mana terlihat Avenue des Champs-Élysées yang terkenal itu dan juga Eiffel di kejauhan. Suasana di atas cukup ramai walaupun masih terasa sangat dingin dengan hembusan angin yang cukup kencang. Sebenarnya pemandangan saat matahari terbenam di atas monumen sangat indah, sayangnya di sisi yang bisa menyaksikan matahari terbenam itu sedang direnovasi, sehingga tidak boleh dimasuki. Saya bertahan di atas hingga gelap dan lampu-lampu jalanan mulai dinyalakan. Di depan saya terlihat Avenue des Champs-Élysées yang mulai menyala dengan lampu-lampu toko dan kendaraan di tengah jalan, sementara di kejauhan terlihat Eiffel yang mulai menyala juga. Setelah puas saya turun ke bawah.

20140629-153415-56055886.jpg

20140629-153416-56056316.jpg

20140629-153559-56159980.jpg

Lalu saya lanjut dengan berjalan di sepanjang pinggiran Champs-Élysées menyaksikan suasana Jumat malam yang mulai hidup di sana. Orang-orang berpenampilan menarik lalu lalang di jalanan. Toko-toko dengan brand ternama bertebaran di sepanjang jalan. Guess what? Di toko-toko tersebut ternyata banyak sekali orang Indonesia yang belanja. Bahkan di beberapa toko sudah menyediakan karyawan yang berbahasa Indonesia. Dan juga, ada toko-toko yang membatasi pembelian barang karena kebiasaan orang Indonesia yang belanja gila-gilaan di sana. Jadi siapa bilang Indonesia negara miskin :p

Sebenarnya kalau saja saya tidak sendirian, mungkin enak kalau nongkrong di sini. Tapi berhubung hanya sendiri, nanti takut iri melihat pasangan-pasangan di sana hahahaha. Lagipula saya masih harus kembali ke Eiffel. Karena sudah cukup lelah, saya kembali ke Eiffel menggunakan metro.

Sacré-Cœur Basilica

Hari kedua karena kelelahan, saya bangun agak kesiangan. Setelah sarapan, saya naik metro menuju ke Montmartre, daerah tertinggi di Paris. Tujuan saya adalah Sacré-Cœur Basilica, sebuah gereja tua berwarna putih berusia 100 tahun. Saat tiba di kawasan ini, saya langsung jatuh cinta. Kawasan ini sangat menyenangkan. Daerah yang cukup tua. Jalanan yang menanjak, bangunan-bangunan tua, kafe-kafe, restoran, art gallery, dan…,pasar seni. Iya, pasar seni.

Di pasar seni ini ada banyak seniman jalanan yang menjual lukisan, siluet, fotografi, karikatur, dan dikelilingi oleh kafe-kafe khas Perancis. Para pengunjung menunggu lukisan pesanannya jadi sambil nongkrong di kafe-kafe tersebut. Masih pagi tapi sudah ramai. Saya lanjut terus jalan ke atas sampai di depan saya tiba-tiba ada bangunan megah, besar, indah, berwarna putih. Saya sampai ternganga karena keindahannya. That’s Sacré-Cœur Basilica.

20140629-155015-57015611.jpg

20140629-155015-57015169.jpg

Gereja berwarna putih ini konon dibangun selama hampir 40 tahun dan saat ini sudah berusia 100 tahun. Letaknya yang berada di daerah tertinggi di Paris membuat pemandangannya sungguh istimewa. Dari halaman gereja, kita bisa melihat landscape kota Paris. Gedung-gedungnya, daerah terbuka, jalanan, dan kawasan pemukimannya. Tidak heran para pengunjung banyak yang betah berlama-lama nongkrong dan menikmati suasana di sini. Apalagi ada musisi jalanan yang main musik dengan sangat indah di sini (baca: pengamen). Tapi mereka bukan sembarang pengamen, karena mereka juga merekam hasil karya mereka dan menjualnya dalam bentuk CD. Jadi, pengamen yang serius 🙂

Setelah puas menikmati kawasan ini, saya beranjak pergi untuk menuju tempat wisata berikutnya. Namun sialnya saya tersesat saat mencari jalan ke stasiun. Untuk beristirahat sambil mempelajari peta, saya mampir di sebuah kafe. Dan ternyata di tengah udara dingin dan kebingungan, saya mendapat keberuntungan lain. Di sini hot chocolate-nya enaaaak. Setelah beristirahat sebentar, saya melanjutkan perjalanan dan akhirnya bisa menemukan stasiunnya.

20140629-155705-57425580.jpg

20140629-155705-57425124.jpg

The Louvre Museum

Dari Montmartre saya melanjutkan perjalanan ke Louvre untuk mengunjungi museum seni ini. Museum ini berusia lebih dari 200 tahun. Di dalamnya terdapat banyak koleksi benda seni bernilai tinggi, seperti barang-barang antik dari jaman Mesir kuno, Persia, Yunani, dan Romawi kuno. Barang-barang koleksinya berupa patung, hiasan, hingga lukisan. Salah satu koleksinya yang terkenal adalah Monalisa karya Leonardo da Vinci.

Saat saya tiba di museum, antrian sudah sangat panjang dan saya tiba-tiba kehilangan selera untuk masuk ke dalam. Bukan apa-apa, ini hari terakhir saya di Paris kali ini, jadi sayang kalau waktunya terpakai untuk sekedar mengantri. Jadi saya hanya menikmati bagian luar museum yang tak kalah indahnya.

20140629-155152-57112896.jpg

Setelah puas menikmati dan beristirahat, saya melanjutkan perjalanan.

Notre-Dame Cathedral

Tujuan saya berikutnya adalah Notre-Dame Cathedral. Gereja tua yang megah, dibangun selama hampir 200 tahun, dan saat ini berusia lebih dari 600 tahun. Gereja ini sangat terkenal dan pernah dijadikan setting novel dan film The Hunchback of Notre-Dame. Gereja ini merupakan salah satu gereja Katolik termegah di dunia, terletak di tepi sungai Seine. Hari sebelumnya saya sudah melihatnya dari atas kapal saat cruise dari Eiffel.

20140629-155346-57226453.jpg

20140629-155346-57226892.jpg

Karena matahari bersinar cukup terik, udara sudah tidak terlalu dingin. Banyak wisatawan yang ada di lokasi gereja ini. Dan seperti yang sebelumnya, antrian masuk geteja sudah sangat panjang dan ini kembali membuat selera saya hilang untuk masuk ke dalam. Jadi saya memutuskan untuk menikmati suasana di sekitar gereja saja.

Di Paris sepertinya memang penuh dengan musisi jalanan yang berkualitas. Menonton mereka rasanya seperti menonton konser musisi terkenal. Apalagi orang-orang tidak pelit apresiasi. Mereka ikut bergoyang, bertepuk tangan, dan bernyanyi bersama para musisi itu. Ini menyenangkan buat saya.

20140629-154253-56573421.jpg

20140629-154253-56573860.jpg

20140629-154254-56574295.jpg

20140629-154619-56779538.jpg

Di sekitar Gereja terdapat taman yang indah dan teduh. Tersedia juga free wifi, jadi duduk-duduk saja di taman sambil melihat-lihat pengunjung lain sekaligus main internet sudah cukup menyenangkan. Konon di halaman gereja terdapat tanda kilometre zero kota Paris. Tapi karena banyaknya orang, saya tidak berhasil menemukannya.

Agak sore saya mencari makanan sambil berkeliling lagi. Di sepanjang pinggiran sungai di seberang gereja terdapat antique market. Barang-barang yang dijual di sini bermacam-macam. Buku, poster, lukisan, souvenir, dari yang benar-benar antik sampai yang dibuat seolah-olah antik. Harganya bervariasi dan bisa ditawar.

Di salah satu jembatan yang menyebrangi sungai Seine, namanya The Pont de l’Archevêché, terdapat love padlocks. Biasanya sepasang kekasih menuliskan nama atau inisial pada gembok, lalu kuncinya dibuang ke sungai Seine. Ini untuk melambangkan cinta yang tidak akan terpisahkan. Tradisi serupa sebenarnya juga sudah ada di Singapura, Seoul, Hongkong, Santorini, Moskow, bahkan sudah ada juga di Ancol, Jakarta. Namun konon karena banyaknya gembok sudah membahayakan jembatan dan bisa merusak jembatan, pemda Paris berencana untuk memindahkan love padlock ini. Mudah-mudahan cinta para pasangan kekasih itu tidak ikut pindah ya :p

20140629-155542-57342987.jpg

Sebenarnya ada rencana untuk mengunjungi istana Versailles. Namun karena letaknya jauh di luar kota Paris sementara hari sudah terlalu sore, saya memutuskan untuk membatalkan rencana tersebut dan memilih kembali ke Eiffel untuk menikmati sisa hari saya di Paris hingga tengah malam.

Pagi-pagi sekali keesokan harinya saya sudah meninggalkan hotel menuju airport karena jadwal penerbangan saya ke Roma adalah penerbangan pertama. Saya terpaksa menggunakan taksi karena metro belum beroperasi, sementara bus juga belum pasti ada. Selain itu saya pasti masih dalam kondisi mengantuk jadi agak malas harus ganti-ganti kendaraan. Perjalanan saya di Paris berakhir hari ini. Namun saya pastikan ini bukan yang terakhir. I’ll be back.

Au revoir Paris. Tu vas me manguer

One comment

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s