Si Mbak, CD, dan Ayam Goreng
(Written: Tuesday, May 28, 2013)
Beberapa waktu yang lalu saya pernah membaca di salah satu media online. Di media itu tertulis wawancara dengan salah satu penyanyi Indonesia yang sudah mendunia. Istilahnya go international. Ada satu pernyataan dari sang penyanyi yang membuat saya sesaat tersedak tulang ayam. Tidak menyangka bahwa hal tersebut akan keluar dari seorang diva bertaraf internasional seperti si mbak itu.
Kira-kira pernyataan yang ditulis media tersebut adalah sebagai berikut:
“Aku pernah ditawarin untuk album, tapi akunya enggak mau”
“Buat aku musik itu musik, makanan ya makanan”
“Kesannya gengsi banget ngeluarin album lewat situ, Ya kalau aku enggaklah, entar kalau CD-nya berminyak gimana?”
Pernyataan-pernyataan tersebut berkaitan dengan pertanyaan seputar trend penjualan album di Indonesia yang akhir-akhir ini semakin marak, dimana penjualan album tersebut dilakukan satu paket dengan penjualan paket makanan di waralaba tertentu.
Menurut saya, seorang penyanyi yang sekelas si mbak seharusnya sudah mengerti bahwa dunia musik tidak akan pernah terlepas dari marketing. Musik sejak lama sudah menjadi sebuah industri yang bertujuan mencari untung. Dan tentunya berkaitan erat dengan marketing strategy.
Betul bahwa salah satu marketing strategy adalah membangun brand image. Tapi apakah dengan menjual album satu paket dengan makanan di sebuah waralaba beliau khawatir bahwa image-nya akan jatuh? Bisa jadi, kalau strategi lain tidak dijalankan.
Menurut saya sebuah waralaba hanya tempat, sarana, media untuk menjual album musik. Tidak ada bedanya dengan toko cd, online shop, dll. Masalah cd-nya dijual secara paket dengan makanan, ya itu strategi lain lagi untuk memasarkan makanannya.
Kalau seorang penyanyi bernyanyi hanya sebagai hobby, atau passion, nyanyi saja di karaoke atau di resepsi pernikahan. Jangan buat album. Kalau seorang penyanyi sampai membuat album, artinya dia mau ada yang menikmati karyanya tersebut, dengan cara membeli albumnya. Semakin banyak yang membeli album, semakin banyak yang menikmati karyanya tersebut. Dan tentu semakin banyak uang yang dihasilkan. Cara menjual bisa bermacam-macam. Salah satunya lewat waralaba. Dan ini terbukti efektif kok.
Mengapa menjual album kok lewat waralaba makanan? Tentu banyak alasan. Yang paling mudah tentu karena ada konsumennya. Ada permintaan, maka produsen akan menyediakan barang. Atau bisa juga creating new market. Seringkali orang tidak sadar kalau dia butuh sesuatu kalau tidak ada yang menyediakan. Silakan baca salah satu kisahnya disini
Keuntungan dari ‘kolaborasi’ antara produser/penyanyi dengan pemilik waralaba cukup banyak. Si penyanyi bisa sekalian jadi endorser untuk merk makanan (atau minuman) tersebut. Bukan hal baru di industri makanan/minuman terkenal untuk menggunakan seorang artis terkenal sebagai endorser/brand ambassador. Kisah klasik Pepsi dan Coca Cola salah satunya. Pemilik waralaba juga untung. Para fans si penyanyi akan datang membeli paket di gerainya. Sama-sama untung kan?
Tapi saya coba lihat dari sisi lain. Mungkin si mbak penyanyi tadi merasa image-nya akan jatuh dengan menjual album lewat waralaba. Atau mungkin si mbak gengsi karena jadi ‘follower’ dimana sudah banyak penyanyi lain melakukan hal tersebut. Atau bisa juga si mbak bernyanyi hanya sebagai passion saja, bukan untuk jualan dan cari uang. Atau itu cuma pernyataan politis saja. Lagi butuh haters hehehe.
Anyway, saya punya ide. Gimana kalo produsen shampoo ikut jualan paket cd si mbak dengan produk shampoo, plus bonus tiket konser. Siapa tau si mbak mau juga. Eh udah pernah ya? :p
*lanjutin ngunyah kulit ayam goreng