Tentang Bekerja Keras


Tentang Bekerja Keras
(Written: Tuesday, May 1, 2013)

Banyak orang bekerja keras, dengan berbagai macam tujuan. Coba kalau ditanya, apa tujuan kalian bekerja? Sebagian besar akan jawab untuk cari uang. Sebagian lagi (yang kayaknya perlu ditoyor massal) akan jawab untuk cari kesibukan. Ok, kita ambil jawaban paling banyak aja, untuk cari uang.

Kalau sudah dapat uang banyak, untuk apa uang itu? Jawabannya bisa macam-macam. Untuk bayar sekolah anak, untuk beli rumah, untuk beli mobil, untuk jalan-jalan keluar negeri, untuk dana pensiun, untuk buka usaha (yang untuk cari uang juga ujung-ujungnya), dan masih banyak lagi jawaban lain. Intinya satu, untuk membuat hidup kita lebih senang, lebih bahagia.

Lalu ada pertanyaan berikutnya. Senang atau bahagia seperti apa sih yang kita inginkan? Sebanding atau tidak dengan apa yang sudah, sedang dan akan kita kerjakan?

Banyak orang yang bekerja sedemikian kerasnya seakan-akan kriteria bahagia yang dia inginkan itu sangat mahal. Bekerja keras sekarang bukan hanya berarti mengerjakan pekerjaannya sampai mati-matian. Tapi juga berarti mengorbankan banyak hal-hal penting lainnya di dalam hidupnya. Mengorbankan waktu bersama keluarga, mengorbankan waktu untuk beristirahat, mengorbankan waktu untuk bersenang-senang sekarang, bahkan ada juga yang sampai mengorbankan kesehatannya. Sounds familiar? Apakah waktu untuk keluarga, waktu untuk istirahat, waktu untuk bersenang-senang, hingga kesehatan kita itu sebanding dengan kesenangan/kebahagiaan yang kita kejar?

Almarhum paman saya adalah seorang pekerja keras. Dia sangat mencintai keluarganya, tapi dengan cara yang salah (menurut saya). Kebetulan dia adalah seorang kontraktor. Jadi pekerjaannya menuntut dia untuk bekerja siang malam tanpa jadwal yang pasti, sehingga waktu untuk bertemu keluarga dan waktu istirahat tersita. Hasilnya secara materi memang lumayan. Rumah besar, dua mobil mahal, dan sebuah SPBU di kawasan perumahan. Tapi apa yang terjadi? Sebelum menginjak umur 50, beliau meninggal dunia mendadak. Padahal tidak pernah sakit serius sebelumnya. Diagnosa dokter adalah penyakit jantung. Peninggalan beliau habis pelan-pelan karena sang istri, yang memang tidak pernah punya pengalaman, tidak bisa mengelolanya dengan baik.

Paman saya meninggal tanpa pernah menikmati apa yang selama ini mati-matian dicarinya. Apakah keluarganya bahagia? Tentu saja tidak. Kehadiran kepala keluargalah yang bisa membuat mereka bahagia. Jadi menurut saya sia-sia saja selama ini beliau bekerja sedemikian kerasnya.

Saya teringat sebuah cerita. Ada seorang pengusaha sukses yang bekerja mati-matian seumur hidupnya, dan setelah tua akhirnya dia punya kesempatan untuk menikmati hidup dan berlibur ke sebuah pantai terkenal. Pada suatu pagi dia berjalan-jalan di tepi pantai dan melihat seorang anak muda yang tidur bermalas-malasan sambil memancing. Dia merasa sangat marah menyaksikan seorang anak muda menyia-nyiakan waktunya untuk bermalas-malasan seperti itu. Akhirnya ditegurnya anak muda itu.

“Hey, anak muda. Kenapa kamu bermalas-malasan seperti ini? Kenapa kamu tidak bekerja? Pada waktu saya seumur kamu, saya sudah bekerja keras mengumpulkan uang. Sampai sekarang akhirnya saya bisa memetik hasilnya dan bisa menikmati hasil kerja saya.”

“Apa hasilnya, Pak”, jawab si anak muda.

“Sekarang saya bisa bermalas-malasan menikmati sisa hidup saya”

Si anak muda menahan senyum dan memandang kasihan pada si pengusaha, katanya “ Menurut Bapak, apa yang sedang saya lakukan sekarang?”

Tentu saya tidak bermaksud membenarkan perilaku si anak muda yang bermalas-malasan itu. Tapi dari cerita itu saya bisa mengambil satu hal untuk dipelajari. Kalau kita punya waktu seumur hidup kita untuk bersenang-senang dan membahagiakan diri sendiri dan orang-orang di sekitar kita, mengapa kita harus menunggu hingga tua? Padahal banyak hal yang tidak bisa kita nikmati kelak setelah kita tua. Makan enak, waktu bersama keluarga, jalan-jalan mengunjungi banyak tempat di dunia, dan banyak lagi.

Saya berusaha menikmati hidup saya sepanjang usia saya. Walaupun saya bekerja keras, tapi saya tetap mengalokasikan waktu untuk beristirahat, bersenang-senang bersama teman-teman dan keluarga, makan makanan yang saya sukai, pergi ke tempat-tempat yang saya ingin kunjungi, dan membeli barang-barang yang saya sukai. Ini tentu berbeda dengan pemborosan. Pemborosan itu adalah mengeluarkan biaya berlebihan yang tidak sebanding dengan kemampuan kita. Ini adalah usaha saya untuk menghargai diri saya sendiri. Memberikan apa yang menjadi hak diri saya, yaitu menikmati hidup dan berbahagia. Karena bagi saya hidup cuma sekali dan cuma sebentar. Jadi saya harus pandai mengatur waktu saya yang cuma sebentar itu.

2 comments

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s