Dilema Outsourcing
(written: Wednesday, Oct 3, 2012)
Setelah beberapa bulan lalu ada demo buruh dengan tema penyesuaian gaji, hari ini ada demo buruh lagi dengan tema penghapusan outsourcing.
Kalau mau berdemo sih silakan saja, toh diperbolehkan oleh hukum di Indonesia, selama mentaati aturan yang berlaku. Sayangnya, pelaksanaan demo itu yang tidak berjalan dengan semestinya. Kalau mau demo, silakan mempersuasi orang dengan cara-cara pintar agar orang tersebut mau ikut bergabung dengan demo, tapi bukan memaksa dengan cara sweeping. Apalagi sweeping-nya dilakukan dengan cara anarkis. Merusak pagar, menjebol pintu, melempar batu, dll. Tema demo buruhnya adalah hapuskan outsourcing, tapi para pekerja yang bukan outsourcing pun dipaksa untuk berhenti bekerja dan harus bergabung dengan mereka dengan alasan solidaritas. Bagaimana mau solidaritas kalau dengan cara memaksa seperti itu. Ini saya bukan hanya baca berita, lho, tapi saya juga jadi saksi pada saat demo buruh beberapa bulan yang lalu.
Sekarang kita lihat deh kenapa para buruh itu memaksa outsourcing dihapuskan. Apa sih sebenarnya outsourcing itu?
Yang pernah saya pelajari, outsourcing adalah pengalihan tanggung jawab/pekerjaan yang sifatnya termasuk non-core business dari satu perusahaan kepada perusahaan lain, dengan perjanjian berupa kontrak tertulis. Pengalihan tanggungjawab ini bisa berupa penyelesaian suatu proyek, atau penyediaan tenaga kerja. Yang biasanya outsourcing misalnya jasa cleaning service, jasa security, jasa kurir, jasa pengemudi, dll. Jasa recruitment seperti headhunter juga bisa dikategorikan outsourcing. Pernah nonton Up In The Air yang dibintangi George Clooney? Di film tersebut George Clooney berperan sebagai Ryan Bingham yang disewa untuk menyampaikan berita pemecatan. Ini juga contoh outsourcing.
Kenapa harus dilakukan outsourcing? Ya alasan utamanya biasanya karena harganya bisa lebih murah, dan yang paling penting perusahaan itu bisa berkonsentrasi mengerjakan core business-nya, tanpa perlu terganggu oleh masalah-masalah non-core. Perusahaan outsourcing yang dipakai juga biasanya sudah memiliki keahlian tertentu di bidangnya, sehingga hasil pekerjaannya juga lebih bagus. Kok bisa lebih murah? Ini bisa dijelaskan dengan teori economics of scale. Jadi kalau semakin banyak tenaga kerja yang dikelola, tentu biaya untuk masing-masing tenaga kerja juga akan lebih rendah. Biaya apa? Misalnya seragam, training, dll. Sama sekali tidak berkaitan dengan penghematan gaji.
Dari sisi perusahaan sendiri tentu lebih menguntungkan jika menggunakan outsourcing. Berikut ini contoh yang paling jelas. Seperti diketahui, kondisi perusahaan bisa untung dan bisa rugi. Pada saat perusahaan merugi, tentu akan tidak efisien jika memiliki banyak pekerja permanen. Jadi terpaksa harus dilakukan PHK. Ini cost-nya besar sekali. Sementara jika menggunakan outsourcing, tentu bisa dihentikan sewaktu-waktu sesuai perjanjian. Apakah si pekerja outsourcing itu langsung menganggur? Biasanya tidak. Karena perusahaan outsourcing bisa memindahkan si pekerja tadi ke perusahaan klien-nya yang lain. Kalau semua sudah penuh? Ya untuk kasus seperti ini memang terpaksa si pekerja dirumahkan, sampai perusahaan outsourcing mendapatkan tempat untuk dia.
Lalu kenapa para buruh berdemo untuk meminta outsourcing dihapuskan dan diangkat jadi permanen? Tentu ini berkaitan dengan masalah jaminan kesejahteraan. Jika diangkat jadi karyawan tetap, mereka mendapatkan jaminan untuk bertahan terus di perusahaan itu, tanpa takut sewaktu-waktu akan diberhentikan saat kondisi perusahaan memburuk. Kalaupun terpaksa diberhentikan, mereka akan mendapatkan santunan yang jauh lebih besar. Jadi ini soal kepastian.
Di sisi lain, sepertinya juga sudah ada penyimpangan penggunaan tenaga outsourcing. Sekarang banyak perusahaan yang menggunakan tenaga outsourcing untuk pekerjaan yang menjadi core business perusahaan itu. Khususnya di bagian produksi. Ini tentu menyalahi rule yang berlaku. Dalam kondisi demikian, penghasilan memang berbeda antara pekerja yang permanen dan pekerja yang outsourcing. Padahal mereka mengerjakan pekerjaan yang sama. Walaupun masalah gaji termasuk confidential, besar sekali kemungkinan perbedaan gaji tersebut terdengar oleh pekerja yang terkait. Tentu saja akan terjadi kesenjangan. Ini juga bisa menjadi salah satu penyebab ketidakpuasan, sehingga terjadi demo.
Terus terang saya tidak bermaksud memihak. Namun menurut saya outsourcing tidaklah bijaksana jika dihapuskan. Toh gaji pekerja outsourcing juga masih di atas gaji minimal yang ditetapkan pemerintah, jadi tidak ada alasan untuk menuntut penghapusan outsourcing karena masalah gaji. Sebaiknya duduk bersama dan dirundingkan penyelesaian yang terbaik, yang menurut saya adalah mengembalikan fungsi outsourcing tersebut kepada rule awal, sehingga kesenjangan dapat diminimalisir.
Untuk para pekerja atau provokator yang menuntut penghapusan outsourcing dengan cara yang tidak bijaksana (baca: anarkis), coba dipikirkan lagi. Jika memang akhirnya outsourcing diputuskan untuk dihapuskan dan perusahaan akhirnya akan merekrut pekerja permanen, apakah anda yakin akan dipekerjakan? Tentu perusahaan akan berpikir ulang untuk mempekerjakan anda dengan melihat track record anda yang seperti itu. Dan tentu kita tahu bahwa mencari pekerjaan saat ini tidak mudah, jadi lebih baik berdialoglah dengan bijaksana.
Mudah-mudahan permasalahan ini bisa segera selesai dengan baik. Penyelesaian yang berlarut-larut akan mengganggu produksi, dan membuat investor enggan menanamkan modal di Indonesia.