Ahli Waris
(written: Tuesday, May 15, 2012)
Pandangannya menyapu ruangan itu. Dilihatnya wajah-wajah penuh senyum yang mengelilinginya. Dia tahu apa yang tersimpan di balik semua senyum itu.
Hari itu adalah ulang tahunnya yang ke 65. Sesekali ingatannya melayang ke masa-masa lampau, saat pertama kali dia membangun semuanya ini. Segala cara dilakukannya untuk memulai kerajaan bisnisnya. Segala cara. Hingga kerajaan itu berhasil berdiri dan bertahan dengan kokoh dari terjangan badai selama puluhan tahun. Dan tibalah dia pada hari ini, hari dimana dia akan menentukan apakah kerajaan itu akan bertahan hingga puluhan tahun lagi atau akan runtuh seketika. Hari dimana dia akan memilih penggantinya. Dan mereka telah menunggu. Seperti dia yang juga sudah tak sabar untuk menyampaikan sesuatu pada mereka.
Terbayang wajah keempat anaknya satu persatu. Mereka telah berhasil tumbuh dengan baik sepeninggal istrinya tiga puluh tahun yang lalu. Sejak istrinya meninggalkannya karena kanker paru-paru itu, dia telah memutuskan untuk tidak menikah lagi dan berkonsentrasi membangun kerajaannya. Dengan segala yang dimilikinya dia bisa memuaskan segala hasratnya tanpa harus memiliki pendamping tetap. Dan tak ada yang berani menentangnya. Pernah sekali ada yang mencoba memerasnya dengan cerita kehamilan, dalam satu minggu perempuan itu menghilang dan tak pernah lagi terdengar kabarnya. Dan sejak itu tak ada yang berani lagi mencoba. Hanya satu kegagalan yang disadarinya sejak lama. Dia tak berhasil mencetak kloning dirinya di dalam diri anak-anaknya itu. Mereka tumbuh lebih seperti istrinya. Hanya pendamping. Dia butuh pemimpin seperti dirinya. Namun dia masih berharap mendapatkan sedikit sisa kromosomnya disana.
Jenis usahanya terbentang dari pengolahan minyak hingga telekomunikasi. Otomotif hingga property. Dan tak satupun yang pernah terdengar merugi. Dia adalah Raja Midas. Segala yang disentuhnya berubah menjadi emas. Perusahaannya terletak di seluruh dunia. Pergaulannya terbentang dari pengusaha kaya raya hingga menteri dan presiden. Semua menaruh hormat padanya. Mereka tahu, kekuasaannya melebihi siapapun. Jika dia mau, dia bahkan bisa melakukan apapun untuk dapat menjadi presiden. Tapi dia tak pernah mau terlibat dalam dunia politik. Setidaknya secara langsung. Meskipun begitu tidak pernah ada yang bisa menjadi presiden tanpa persetujuannya.
Terbayang percakapannya dengan masing-masing anaknya beberapa bulan terakhir dalam usaha pencariannya. Dan dia sudah mendapatkan kesimpulan sendiri, setidaknya hingga saat ini. Anak-anaknya membencinya sebesar mereka mencintainya. Dan hanya dia dan masing-masing anaknya itu yang tahu sebabnya.
“Ayah tahu Bobi kan? Bobi tidak akan pernah membiarkan semua ini jatuh berantakan. Bobi sudah belajar banyak dari Ayah bagaimana mengurus perusahaan ini agar tetap bertahan”
Ah, anak ini tak punya kemauan sekuat dirinya. Dia hanya memikirkan cara bagaimana agar kerajaan ini bertahan. Yang diperlukannya lebih dari itu. Dia ingin kerajaan ini berkembang, bertumbuh, bertambah besar. Bukan sekedar bertahan. Beberapa tahun lalu dia pernah memberikan salah satu anak perusahaannya di Singapura untuk dikelola Bobi. Memang perusahaan itu masih bertahan hingga sekarang, namun tak juga membesar. Penjualannya tak kunjung meningkat signifikan. Akibatnya pasar berhasil direbut kompetitor. Hal itu mengingatkannya untuk segera membereskan perusahaan itu dan mengambil alih kembali pasar yang telah berkurang itu. Dia sadar, anak itu tak punya ambisi untuk menguasai dunia. Hatinya kecewa.
“Dina dan mas Andika akan menjaga semuanya, Ayah. Kami akan membuat perusahaan ini bertambah besar”
Anak yang pintar. Pengasih. Lembut. Benar-benar mirip dengan mendiang istrinya. Namun sayang, anak itu tak pernah sadar bahwa dia dimanfaatkan suaminya. Dia juga tak pernah sadar bahwa suaminya itu tak pernah cinta padanya. Suaminya hanya mengejar hartanya. Harta yang tak mungkin akan didapatnya. Dia tak akan pernah menyerahkan kerajaannya pada mereka. Apalagi menantunya itu pernah terang-terangan meminta padanya untuk memimpin salah satu anak perusahaannya, padahal dia sudah memberikan posisi direksi yang cukup bergengsi di kantor pusat. Serakah. Tapi sial, anaknya selalu membela suaminya itu.
“Indri pasti mampu, Ayah. Indri akan membuat semua mimpi Ayah jadi kenyataan. Dan Indri akan mulai segera setelah sekolah Indri selesai.”
Entah sudah berapa tahun anak itu sekolah di luar negeri dan tak kunjung selesai. Kegemarannya berpesta membuat pendidikannya berantakan hingga kini. Wajahnya terlalu sering masuk di majalah dan koran, dan bukan dalam arti yang positif. Skandal demi skandal bergantian sampai ke telinganya. Rasanya semua laki-laki di sekolahnya pernah diajaknya ke tempat tidurnya. Apa yang mau diharapkannya dari anak seperti itu. Skandal akan segera menghancurkan kerajaannya ini. Lagipula dia butuh saat ini, bukan tahun depan atau tahun depannya lagi. Saat ini.
“Dimas nurut saja apa kata Ayah. Ayah pasti sudah tahu mana yang terbaik kan?”
Ya, dia tahu. Anak itu memang kesayangannya. Namun dia tak pernah menunjukkan ketertarikan sedikitpun pada apa yang berpuluh tahun dikerjakannya. Anak itu lebih suka menyibukkan diri pada proyek-proyek seninya. Sayang sekali, padahal dia berharap banyak padanya. Dulu dia pernah berhasil memaksakan anaknya itu untuk masuk ke sekolah bisnis sampai ke jenjang master. Dan dia berhasil lulus dengan nilai yang sangat bagus. Namun ternyata dunia seni telah lebih dulu merebut hatinya. Dia hadir pada pameran seni pertamanya. Dia ikut tersenyum, tapi jauh di dalam hatinya dia tahu dia telah kalah. Dia tak bisa lagi mengharapkan anaknya itu untuk meneruskan kerajaannya.
Ah ada satu lagi. Seorang anak muda yang seperti jatuh dari langit untuknya. Dia menemukan anak itu tahun lalu. Lebih tepatnya, anak itu yang menemukannya. Dosa masa lalunya ternyata telah tumbuh dengan sempurna. Berwajah tampan, tinggi, dan pintar. Anak itu telah merebut hatinya sejak pertemuannya yang pertama. Perempuan yang disingkirkannya puluhan tahun yang lalu ternyata malah berjasa padanya. Sekarang tugasnya tinggal mendidik anak itu dan menyiapkannya untuk membantu membawa kerajaan ini melambung tinggi.
Ardi nama anak itu. Katanya dia sengaja mencari ayahnya karena ibunya yang menyuruhnya. Dia sedikit terkenang pada wanita itu. Mira. Cantik, menarik, namun berbahaya. Dia telah menyingkirkannya sebelum wanita itu melangkah terlalu jauh. Namun ternyata tindakannya itu tidak berjalan sempurna. Buktinya anak ini masih berdiri di depannya. Namun justru itulah yang disyukurinya sekarang. Anak itu benar-benar anaknya.
Dia sudah menentukan pilihan dan dia yakin pilihannya tepat. Tak pernah seumur hidupnya dia mengambil keputusan sebelum yakin benar apa resikonya. Dia tersenyum.
Surabaya, dua tahun yang lalu
“Ah aku tidak berani. Dia akan mengetahuinya.”
“Tidak jika kau menurut padaku. Percayalah, aku sangat mengenal dia. Dia ayahku sendiri. Aku mengenalnya lebih dari aku mengenal diriku sendiri.”
“Bagaimana kalau ketahuan? Dia akan menyingirkanku dengan mudah seperti dia menyingkirkan perempuan itu”
“Tidak akan. Aku yang akan mengatur semuanya. Bayangkan, kita akan kaya raya jika kau berhasil melakukannya.”
“Kenapa tidak kau sendiri saja yang memegangnya, toh sama saja buat kita. Dia pasti akan memberikannya padamu. Tidak ada resiko”
“Aku memang menginginkan hartanya, tapi dia tak percaya kepadaku. Dia tak mungkin menyerahkannya padaku. Dan aku tak mau kalau sampai yang lain yang mendapatkannya. Mereka akan menghabiskannya dengan segera seperti serigala-serigala kelaparan. Kau berbeda, kau mampu. Dan aku akan membuatmu menjadi ahli warisnya. Kita akan menguasai dunia. Bayangkan, kita akan kaya raya.”
“Tapi bagaimana jika anaknya yang asli muncul?”
“Ah bodoh. Itu tidak mungkin terjadi, aku sudah menyelidikinya. Perempuan itu bukan menghilang. Dia dibunuh. Tak akan ada yang menghalangi kita. Serahkan semua padaku. Sekarang buka bajumu. Memikirkan ini membuatku sangat bergairah.”
Ribuan kilometer dari Jakarta, setahun yang lalu
“Kamu harus mengambil hakmu, Nak.”
“Buat apa, Bu? Toh kita sudah hidup tenang disini.”
“Ibu tidak akan tenang sebelum ayahmu mengakuimu sebagai anak dan menyerahkan hakmu atas perusahaan itu.”
“Tapi dia sudah membuang kita kesini, Bu. Artinya dia sudah tidak menghendaki kita masuk ke dalam kehidupannya.”
“Justru itu. Laki-laki itu harus membayar semua penderitaan kita bertahun-tahun. Lengkap dengan bunganya”
Di sebuah kamar hotel, beberapa hari yang lalu
“Apa menurutmu aku akan mendapatkannya, sayang?”
“Aku tidak tahu. Akhir-akhir ini Ayah menjadi semakin tidak mudah ditebak.”
“Bukankah kau anak kesayangannya?”
“Belum ada kepastian. Kita tunggu saja.”
“Tapi kau akan memegang janjimu kan?”
“Tentu saja, sayang. Jika perusahaan itu jatuh ke tanganku, kau tahu kau orang pertama yang akan membantuku.”
Beberapa minggu yang lalu
“Ayah, bisa ke rumah sakit sekarang? Mas Bobi kena stroke tadi malam dan sekarang sedang dirawat di rumah sakit”
Kembali dia menyapukan pandangannya ke seisi ruangan itu. Di ujung sana dilihatnya Bobi sedang duduk di kursi roda. Stroke yang dialaminya beberapa minggu lalu telah membuatnya lumpuh. Istrinya mendampinginya di sebelahnya. Wanita sederhana yang terlihat begitu tulus mencintai anaknya itu. Tentu dengan imbalan yang sangat memadai. Dia yang mengurusnya dulu.
Di sudut sana tampak Indri sedang berbicara serius dengan seorang laki-laki muda yang tidak dikenalnya. Wajahnya terlihat lesu. Tadinya Indri begitu semangat ingin memperkenalkan laki-laki itu padanya. Namun entah mengapa mendadak laki-laki itu menghilang sesaat setelah dia memperkenalkan Ardi, anaknya yang pernah hilang itu. Dan baru muncul beberapa saat yang lalu bersama Indri.
Ardi, anak muda itu, berdiri di tengah-tengah para tamu. Jelas dia menjadi pusat perhatian malam itu. Terlihat sangat menawan, persis seperti dirinya saat muda dahulu. Anak itu membuatnya sangat bangga. Dan dia tersenyum mengingat wajah-wajah yang penuh dengan ekspresi terkejut saat dia memperkenalkannya tadi. Tadinya Ardi hanya ingin mencari tahu ayahnya dan tidak menginginkan hal lain, termasuk warisan. Namun dia tahu anak ini seperti berlian yang belum diasah. Tentu saja dia tak mau melepasnya. Dengan berdalih ingin membayar semua kewajibannya selama ini, dia berhasil menahan anak itu.
Di sebelahnya duduk Dina, anak perempuannya. Wajahnya terlihat sedih dan marah. Beberapa hari yang lalu dia memergoki Andika, suaminya, berada di sebuah kamar hotel dalam kondisi yang sangat tidak layak bersama seorang pria. Bersama Dimas, adiknya sendiri. Saat itu matanya seketika terbuka bahwa suaminya itu selama ini hanya memanfaatkannya saja. Selain untuk mendapatkan kekayaannya, Andika juga berusaha mendekati adiknya. Saat itu juga Dina sudah memutuskan untuk meminta cerai dari suaminya itu.
Dia sudah tahu sejak lama. Orang suruhannya telah menyadap semua tempat yang dicurigainya, termasuk hotel tempat Andika dan Dimas kerap bertemu. Dia tak menyesal. Semua itu dilakukannya demi anak perempuannya itu. Dan juga untuk kelangsungan kerajaannya. Biarpun harus mengorbankan pernikahan anaknya. Toh pernikahan itu sudah salah sejak awal. Dan Dimas juga telah mendapatkan pelajarannya. Dia telah menerbangkannya ke London dengan pesawat pertama pagi harinya. Aib itu harus segera ditutupinya. Dia mengancam untuk mencoret Dimas dari daftar warisan jika tak mau menuruti apa yang disuruhnya. Dan anak itu masih terlalu membutuhkan harta itu dibandingkan menentangnya.
Dia sayang pada anak-anaknya. Untuk itulah dia selalu mengatur semua yang terbaik untuk anak-anaknya.
Bayangkan apa yang akan terjadi dengan Bobi andaikan saja dia tak membantunya menemukan gadis yang mau menjadi istrinya beberapa tahun yang lalu. Siapa yang akan mengurusnya saat terkena stroke seperti ini.
Indri, rasanya dia sedang bahagia bersama salah satu kekasihnya yang pasti termasuk tipe pengincar harta. Nanti saat dia sudah bosan pasti laki-laki itu akan dicampakkannya. Dia akan membantu mengurusnya nanti jika laki-laki itu mencari masalah. Persis seperti yang pernah dilakukannya dengan beberapa mantan kekasih anaknya itu.
Lalu bayangkan apa yang akan terjadi jika Dina tak menyadari keganjilan suaminya. Dia hanya membantunya menemukan kenyataan pahit itu. Memang dia akan sedih dan sakit hati pada awalnya, tapi dia tahu kelak Dina akan sangat berterima kasih padanya.
Dan Dimas, anak itu akan merongrong perusahaannya jika tetap di Jakarta. Nama baik perusahaannya akan hancur jika media mendengar skandal memalukan itu. Dia tak akan membiarkannya. Dan menurutnya, London adalah tempat yang baik untuk anak kesayangannya itu. Bakat seninya akan tersalur dengan baik. Dia sudah menghubungi beberapa koleganya disana untuk membantu mengawasi anak itu.
Akhirnya dia sudah memutuskan. Dan dia tahu ini keputusan yang paling tepat. Dina yang akan menggantikannya. Namun dia akan tetap tinggal di belakang layar sampai dirasanya Dina cukup matang untuk ditinggalkan. Suaminya tak akan mengganggunya lagi. Kepergian laki-laki itu akan membuat Dina kembali padanya, ayahnya. Dia akan berusaha mengalihkan kesedihan Dina dengan membawanya kembali ke dalam bisnis keluarga. Ardi akan membantunya. Anak itu sangat berbakat dan hatinya sangat tulus. Di tangan mereka berdua, dia melihat kerajaan ini akan bertambah kuat dan besar. Dia kembali tersenyum.
Sayangnya dia lupa. Dendam masa lalu tak akan pernah usai. Dari tempatnya, Ardi memandang tajam ke arah Dina. Dia sedang memikirkan rencana besar…..
Bapakkkk… Mana lanjutannyaa #posisitegaklurus
LikeLike
Bentaaaaar :p
LikeLike
uuuuhhhh…., ini mirip cerita salah satu novel-nya sidney sheldon, klo gak salah judul;nya jaring laba-laba, dan kalau gak salah ada film nya juga. cuma dalam ceritanya dia, anak yg balas dendamnya itu perempuan
LikeLike
Hah??? Jaring laba2? Baru denger…
LikeLike
Berarti pikiran Ibu sidney sheldon sama kyak Pak B.. (⌒.⌒)
LikeLike
Kok ibu? Sydney Sheldon itu bapak
LikeLike
Biar pass.. Ibu dan bapak *pura2matikarenagajelas*
Selamat lebaran yaa
LikeLike
gw lupa judulnya, pokoknya ada kata2 “jaring” nya gituh deh, novel lama, gw nemu di rak bukunya om gw waktu itu
LikeLike
Huhuhu…Gue punya semua bukunya, gak ada yg judulnya jaring
LikeLike
Ben, ini lanjutannya endi?
LikeLike
Ben, ini lanjutannya endi?
LikeLike