Cuma Naksir
(written: Thursday, December 29, 2011)
Kulitnya putih, tubuhnya tinggi semampai, lekuk tubuhnya sempurna, rambutnya hitam panjang, hidungnya kecil dan mancung, dan senyumnya itu…..rasanya aku rela memindahkan gunung hanya untuk melihat senyumnya. Iya, memang dia begitu sempurna di mataku. Gerak geriknya, tawanya, kerling matanya, semua begitu indah di mataku. Dan sepertinya dia tahu itu.
Aku mengenalnya 3 tahun lalu, saat pertama kali masuk di kantor ini. Kebetulan kami ada di departemen yang sama. Dan satu project akhir tahun lalu membuat kami menjadi semakin dekat. Sejak itu aku menjadi makin kagum padanya. Dia menjadi teman diskusi yang menyenangkan.
Beberapa kali dia memergokiku sedang memandanginya lama-lama. Dan senyumnya cukup membuatku salah tingkah. Namun sikapnya padaku tidak berubah. Tetap hangat dan manis seperti biasa. Justru teman-temanku yang sering menggodaku.
“Kalo naksir jangan ditahan-tahan, bro. Ngga baik. Sudahlah, ngga apa-apa kok, kita ngerti. Buruan ntar keduluan digaet anak kantor seberang lho hahahaha”
Dan selalu kujawab dengan senyum lebar.
“Ah, kalian ada-ada aja. Kalian kali yang naksir hahahaha”
Namun akhir-akhir ini ada yang berubah. Beberapa kali aku gantian memergoki dia yang sering memandangiku lama-lama. Dan tentu saja teman-temanku juga tahu tentang itu.
“Dapat salam tuh dari dia. Masak pura-pura ngga tau kalo dia juga naksir?”
Lagi-lagi aku hanya tertawa. Walaupun aku tetap melakukan kebiasaanku untuk memandanginya lama-lama. Mengaguminya.
Sore itu untuk kesekian kalinya kupergoki dia sedang memandangiku. Dan tiba-tiba sebuah email masuk lewat Outlook. Darinya.
“Hai, nanti malam temenin aku cari kado untuk mamaku yuk. Tenang aja, aku traktir makan deh”
Lalu tiba-tiba juga ponselku berdering 3 kali sebelum akhirnya kuangkat sambil tersenyum.
“Pulang jam berapa, Yang?”
Senyumku mengembang.
“Sebentar lagi mau pulang, nih. Kamu mau dibawain apa?”
Ya, itu alasan mengapa aku tak ingin memilikinya. Aku sudah punya seseorang di rumah yang menungguku tiap hari. Seseorang yang fisiknya mungkin tak seindah dia tapi hatinya sangat sempurna untukku. Lalu segera aku mengirim balasan email untuknya.
“Wah malam ini aku sudah ada rencana. Next time ya.”
Tumben endingnya gitu aja. Gue pikir si cewe itu bakalan ngaku kalo dia banci pas acara nyari kado. *lebay*
LikeLike
Lebay kali kau Lian :p
LikeLike
semacam ketulusan cinta yang manis, hehe. namun mungkin karena terlalu pendek ya, jadi kurang gereget juga. tapi pada dasarnya aku suka! X)
p.s : boleh minta username twitternya? 🙂
LikeLike
wih simpel tapi jleb!
setia itu pekerjaan yang baik :p
mau visit balik ga nolak lho :3
LikeLike
Hahaha thanks. I will 🙂
LikeLike
Bagus ceritanya. So simple but it’s so good~ 🙂
visit back boleeh.. 😉
LikeLike
Tulisan kamu bagus. Saya suka yang mawar mati 🙂
LikeLike
Good good good…I like this, two thumbs up
LikeLike
Ko….pake next time…berarti nunggu kesempatan dunk….
LikeLike
Hhmm..bagus…real story kah? Hehehhehehe..hari gini org setia sulit dicari…
LikeLike
Hahahaha itu fiksi 🙂
LikeLike
jgn ada next time dong.. kasian istri mas.. hehe
LikeLike
Hahahaha ntar biar bisa bikin sequelnya 🙂
LikeLike