Nagoya Night
(written: Sunday, October 23, 2011)
Senja datang lagi. Ini malam ke sekian tanpamu. Aku berdiri di depan lobby gedung kantorku bersiap pulang. Tepat di jantung bisnis Nagoya. Musim gugur telah tiba. Diluar mulai dingin. Kukenakan mantelku dan kuputuskan untuk berjalan kaki ke apartemenku. Aku ingin menikmati malam ini.
Hampir setahun yang lalu aku datang ke kota ini. Menerima tawaran yang sudah berkali-kali kutolak. Sejak kepergian Ibuku, hanya kau yang kupunya. Dan kau telah menghancurkan segalanya. Tak butuh waktu lama bagiku untuk memutuskan pergi.
Aku tak mengerti. Aku telah memberi segala yang kau inginkan. Kita sudah merencanakan banyak hal. Aku bahkan telah menolak banyak kesempatan bagus hanya karena kau tak ingin meninggalkan Jakarta. Dan kau melepaskan semuanya demi dia. Yang lebih menyakitkan, aku harus mengetahuinya dengan mataku sendiri. Tak sepatah katapun kau ucapkan. Kau bahkan tak meminta maaf.
Aku pergi dengan luka menganga. Melarikan diri darimu. Dari masa lalu yang terus mengejarku ke kota ini. Butuh berbulan-bulan menenggelamkan diri dalam pekerjaan untuk melupakanmu. Menutup hatiku rapat-rapat.
Sampai akhirnya dirinya hadir menemani hari-hariku yang sepi. Membangunkanku dari tidur panjangku dengan perhatiannya yang tulus. Dengan kelembutannya yang menenangkan. Menopangku saat kembali mencoba berdiri. Menghapus kemarahanku atas masa lalu. Perlahan-lahan membuatku melupakanmu. Namun aku belum punya nyali untuk menjanjikan apapun padanya.
Dan tiba-tiba kembali kau hadir lagi di kehidupanku. Dengan SMS dan emailmu yang bertubi-tubi. Ratusan panggilan telepon yang tak pernah kuangkat. Mengirimkan penyesalan yang dalam karena telah menyakitiku. Mengungkapkan rindumu yang kian menggebu. Menyatakan cinta yang katamu masih tetap kau simpan. Dan cerita-cerita sedihmu saat ditinggalkan olehnya. Kebimbangan menyeretku kembali ke masa lalu.
Malam masih terang seperti biasa. Gedung-gedung masih menyalakan lampu-lampunya. Orang-orang masih berjalan hilir mudik. Aku mampir membeli kopi di sebuah vending machine. Lalu terus berjalan sambil melayangkan pikiranku padanya. Dan membayangkan senyumnya membuatku yakin untuk terus melangkah. Beban masa lalu tak seharusnya menyurutkan langkahku. Aku tak mungkin kembali padamu. Semua sudah berakhir waktu itu, tak akan terulang lagi. Ah tiba-tiba aku rindu padanya. Aku membelokkan langkahku menuju apartemennya. Sudah waktunya aku memberinya jawaban.
Like this story, endingnya bikin sedikit sentilan buat berpikir.
LikeLike
Kerennn (⌒.⌒)
LikeLike
Hey thanks 🙂
LikeLike
Anak Dalam Mimpi juga bagus… Kayaknya oke banget kalo dibuat film, ceritanya bisa dikembangkan lagi.. Hehe
LikeLike