Pernikahanku


Pernikahanku
(written: Thursday, October 13, 2011)

Besok aku akhirnya akan menikah dengannya. Kemarin aku sudah menemui organizer untuk melakukan pengecekan akhir semua persiapan pernikahanku. Undangan sudah disebar sejak bulan lalu, gedung sudah dipesan setengah tahun yang lalu, catering, bunga, salon, mobil pengantin semua sudah dipesan juga. Tinggal melihat persiapan akhir saja sore ini. Untunglah aku punya teman dan keluarga yang sangat mendukungku. Tanpa bantuan mereka aku tak mungkin dapat mempersiapkan semua ini. Memang bukan pernikahan yang besar dan mewah, tapi tetap saja membutuhkan persiapan yang cukup memusingkan.

Pagi-pagi sekali teman-temanku sudah datang ke rumah. Aku memang meminta mereka untuk menemaniku melakukan pengecekan persiapan akhir. Menjelang siang kami berangkat ke gedung. Melihat persiapan dekorasi yang serba putih membuat hatiku berbunga-bunga. Putih memang warna kesukaanku. Bagiku putih melambangkan kejujuran dan ketulusan hati. Kemudian kami menuju tempat catering, ke salon memastikan janji besok pagi-pagi sekali. Sepertinya semua sudah beres. Aku bahagia. Akhirnya besok aku akan menikah juga, pikirku.

Aku teringat kekasihku. Pasti dia juga tak sabar menanti hari esok. Saat-saat perayaan hubungan yang hampir 4 tahun kami jalani. Ah, aku teringat saat pertama kami bertemu. Temanku mengenalkannya padaku. Dia pria biasa saja. Tak terlalu tampan. Tapi dia punya sepasang mata yang mampu membius gadis manapun yang bertatapan dengannya. Dia pria yang lembut. Pekerjaan dan karirnya pun biasa saja. Tapi aku tahu pasti bahwa dia benar-benar tulus mencintaiku. Dan aku mencintainya. 4 tahun kami jalani hampir tanpa gejolak. Kami menjalani hari-hari kami dengan begitu indah. Dan besok kami akan memulai hari-hari yang jauh lebih indah sebagai suami istri.

Setelah menyelesaikan seluruh pengecekan, temanku tiba-tiba mengusulkan untuk merayakan hari terakhirku sebagai lajang. Kami akan ke Bogor dan merayakannya disana. Macet luar biasa di jalan tol ini. Sepertinya ada sesuatu di depan sana. Hatiku merasa tidak enak. Dari jauh terlihat kerumunan orang, mobil polisi, dan ambulans di pinggir jalan. Ternyata ada kecelakaan. Pantas macet sekali dari tadi. Hatiku semakin tak enak. Aku teringat cerita-cerita yang pernah kudengar tentang pernikahan yang gagal karena ada kecelakaan. Langsung kuambil ponselku dan kutekan nomor kekasihku. Sekali….dua kali…tiga kali….tak ada yang menjawab. Aku mulai panik. Teman-temanku mencoba menenangkanku. Aku hampir saja menangis ketika akhirnya telepon diangkat.

“Sayang, aku lagi meeting. Nanti kutelepon ya. Kalau ada yang penting SMS saja dulu.”
“Oh, iya sayang. Maaf ya ganggu, nanti saja aku telepon lagi.”

Bebanku seperti diangkat. Dadaku terasa lega. Ketiga temanku tertawa terbahak-bahak melihatku nyaris pingsan karena cemas. Sisa perjalanan kami habiskan dengan ledekan teman-temanku yang tak habis-habisnya. Karena lapar, sesampainya di Bogor kami langsung memutuskan untuk makan siang di tempat yang cukup terkenal. Kata temanku, cukup layak sebagai tempat makan siang terakhirku sebagai lajang. Aku cuma bisa tersenyum melihat kekonyolan mereka. Aku akan traktir mereka sepuasnya siang ini.

Tiba-tiba mataku terpaku pada pasangan muda yang terlihat mesra sekali di meja ujung sana. Si pria memeluk pasangannya sambil sesekali mengusap wajahnya. Aku seperti mengenal pria yang duduk membelakangi kami itu. Dan saat si pria berbalik, “Mbak, minta bill-nya…”

Seketika tubuhku membeku. Yang kudengar terakhir kali hanya teriakan kaget pria itu, “Lho, Dian…..”
Kemudian gelap menyelimuti duniaku…

20111024-091535.jpg

2 comments

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s