Timeline, Debat, dan Follower
(written: Monday, October 3, 2011)
Beberapa kali gue baca orang ‘marah2’ di timeline cuman gara2 ada followernya yang komplain mengenai isi twit yang ditulis. Katanya, twit gue ya terserah gue. Beberapa malah mengungkapkannya dengan kasar. Malah ada yang me-retweet supaya dibaca oleh followernya yang lain. Well, biasanya ini terjadi pada akun yang berfollower banyak.
Memang betul, twit kita ya terserah kita mau nulis apa tentang pendapat kita. Tapi kan kita juga punya follower yang kadang2 punya pendapat yang berbeda dengan kita. Dan terserah mau bilang apa, perbedaan akan selalu terjadi. Ngga perlu dihadapi dengan marah2, apalagi marah2nya sampai retweet ke ribuan followernya yang lain. Biasa ajalah. Biasakan berdebat pintar di timeline. Kalo gak mau ya udah diemin aja.
Kalo ngga mau berdebat dan ngga bisa nerima perbedaan pendapat, ya akun twitter-nya di-private aja. Jangan terima follower. Beres, kan? Tapi kok kenyataannya engga? Tetep mau follower banyak, tapi maunya semua seragam pendapatnya sama kita. Ya ngga begitu aturan mainnya.
Twitter bukan cari follower. Setuju banget. Tapi kan follower itu datang dengan sendirinya karena mereka tertarik dengan apa yang kita tulis. Tertarik dan sepaham dengan beberapa pendapat kita. Beberapa lho. Bukan semuanya. Jadi selalu ada kemungkinan beberapa pendapat kita berikutnya berbeda dengan mereka. Dan karena berbeda itu, beberapa follower mencoba mempertanyakan. Wajar kok. Kalo caranya kurang ajar ya sudah, diemin aja. Atau langsung block. Beres. Ngga usah pake marah2. Kalo kita marah2 sampe RT segala, kesannya kita takut berdebat, dan berharap dukungan dari follower lainnya. Kanak2 sekali kan?
Ada beberapa hal yang memang berbeda, dan ngga perlu sampe berdebat panjang. Untuk yang seperti ini, bilang aja terima kasih atas pendapatnya tapi katakan kalo pendapat kita berbeda. Cukup.
Cara kita berdebat murahan dengan RT kadang2 bikin ilfil follower lain. Istilahnya ngotorin timeline. Orang jadi cenderung unfollow. Gak ada ruginya juga sih buat kita. Itu sekarang. Nanti? Beda lagi ceritanya.
Dengan follower banyak, kita jadi bisa menyampaikan pendapat kita ke dunia. Bayangin aja kalo akun seperti Sherina atau Agnes yang punya follower sampai sejuta lebih. Pendapat mereka dibaca oleh sejuta lebih orang. Pesan mereka tersampaikan kepada sejuta lebih orang. Dan bila separo saja dari sejuta follower itu me-retweet, bayangin aja pesan mereka sampai ke berapa puluh juta orang. Itu bisa terjadi kalo follower kita banyak. Kalo hobi ‘berantem’ sama follower, mana ada yang mau follow lagi?
Udah tau kan kalo beberapa akun di-hire jadi buzzer untuk produk2 tertentu. Kenapa mereka bisa di-hire? Karena mereka dianggap punya daya jual tinggi, menginspirasi, menarik dan disukai. Semakin banyak follower, semakin terbuka lho kesempatan untuk jadi buzzer. Nah, kalo kita hobi berkonfrontasi murahan dengan follower, produsen juga jadi males mau hire kita. Peluang melayang dong…
Jadi, berdamai dan bersahabat dengan follower jauh lebih baik dibanding berkonfrontasi dengan mereka. Siap2 jadi selebtwit, anyone? 🙂
dengan follower segini,kayaknya masih belum deh di twitter .heheh *numpangmandi* *ngajakmandibalik*
LikeLike