Saya Adalah Medioker


Saya sering sekali ‘terjebak’ di pemikiran bahwa saya bersyukur atas hidup yang saya punya, tapi pada saat yang sama juga overthinking kenapa saya nggak sesukses teman-teman yang lain, nggak sekaya mereka, dst. Pemikiran ini sudah ada di kepala saya sejak sekolah dulu.

Nilai saya lumayan bagus, tapi nggak sampai dapat penghargaan seperti teman saya. Diterima di universitas negeri tapi bukan jurusan yang nomor satu seperti teman saya. Lulus nggak terlalu telat tapi juga nggak tepat waktu seperti teman saya. Diterima bekerja di perusahaan yang bagus tapi nggak bergaji sebesar teman saya yang diterima di oil company. Bisa beli rumah tapi nggak sebesar rumah teman saya dan ini pun di daerah pinggiran. Saya nggak punya keahlian atau hobi atau kelebihan khusus yang bisa dibanggakan seperti teman saya yang jago gambar atau jago nyanyi atau jago matematika. Dan seterusnya dan seterusnya dan seterusnya. Saya selalu berpikir bahwa saya adalah medioker. Memang nggak malu-maluin keluarga sih, tapi saya nggak pernah jadi siapa-siapa dan nggak akan pernah jadi siapa-siapa. (Sumpah saya nulis ini sampe trenyuh sendiri).

Setelah saya baca lagi paragraf di atas, kalimat yang selalu berulang adalah ‘seperti teman saya’. Artinya saya selalu membandingkan dengan teman saya yang menurut saya lebih dari pada saya. Rasanya saya memang terlalu sering melihat ke atas. Saya secara sadar selalu mengerdilkan pencapaian saya dan merasa medioker.

Berbahaya? Oh iya jelas. Kalo pemikiran/perasaan medioker ini terus menumpuk, lama-lama bisa lari ke rendah diri atau malah jadi iri dengan orang lain. Baik rendah diri atau iri, keduanya bisa membuat saya tidak menikmati hidup yang sebenarnya menyenangkan ini.

Lalu saya mulai berpikir bahwa jangan-jangan orang-orang sukses di sekitar saya yang membuat saya merasa jadi medioker sebenarnya juga merasa medioker saat mereka membandingkan dirinya dengan orang lain yang dianggap lebih sukses di hal lain. Bahkan bisa jadi mereka merasa medioker justru karena melihat kehidupan saya. Who knows, kan?

Lalu kenapa saya nggak menikmati kemediokeran saya ini? Toh saya selama ini sudah jadi medioker yang lumayan hidupnya, medioker yang masih bisa makan enak, medioker yang sesekali bisa jalan-jalan, medioker yang bisa nonton film, medioker yang bisa kerja dari mana aja, medioker yang bisa bayar asuransi, medioker yang punya support system hebat, dan seterusnya. Saya bisa jadi medioker yang hidupnya aman dan nyaman, medioker yang bisa menikmati hidup, singkatnya medioker yang bahagia.

4 comments

  1. Ok sebagai blogwalking pertama di 2023, saya akan menulis sedikit serayes.

    Membandingkan diri dengan orang lain mungkin sudah menjadi kebiasaan saya sejak kecil yang kebetulan lahir sebagai anak tengah. Menjadi medioker adalah given. Makanya untuk saya, membandingkan diri dengan orang lain berkembang menjadi sifat kompetitif.

    Saya setuju. Acceptance adalah jalan menuju kedamaian, dan menikmati kemediokeran yang melekat sejak lahir adalah cara menikmati hidup. Walaupun jiwa kompetitif saya selalu berbisik di telinga “bahwa itu artinya kita masih bisa menjadi lebih”. Kemudian saya yang sudah berusia ini membalas bisikan itu: “bukan menjadi untuk menjadi lebih, tapi kita masih punya ruang untuk berkembang.”

    Liked by 1 person

  2. Bener banget Bang, kadang kita sendiri yg terjebak oleh pemikiran kita, semacam “dulu nilai saya itu selalu lebih bagus dari dia, tapi kenapa saat ini dia punya jobs yg lebih dari saya”.

    Padahal kita baru lihat dari 1 sisinya saja belum secara keseluruhannya, tapi ya yg seperti itulah malah yg lebih kita pikirkan sepikir-pikirnya.

    Sesungguhnya, kita punya pemikiran yg lebih luas dan tak terbatas yg bisa mempengaruhi kita pribadi dan bahkan orang disekitar kita.

    Jadi lebih baik kita pergunakan itu untuk membangun kita yg lebih baik lagi setidaknya untuk kita dan keluarga kita dulu.

    Tetap berpikir positif, berusaha dan berbuat seperti apa yg kita mampu, menjadikan apa yg kita lihat sebagai salah satu warna yg menghiasi perjalanan hidup kita dan yg paling penting kita itu pasti punya kelebihan yang mungkin tidak sama dengan orang di sekitar kita.

    Liked by 1 person

  3. sing penting enjoy Cak Bernard, kesuksesan-kehebatan apapun namanya adalah mind set kita. Saat kita sudah bisa menerima diri kita tanpa perlu pembanding dengan orang lain, artinya satu langkah yg maju, dan masih ada langkah langkah lain yang memang harus kita tempuh. Tapi tetap kembali ke diri kita aendirilah yang menikmati hidup kita..Uber Alles😊

    Liked by 1 person

Leave a comment