Tentang Manila


Entah kenapa sejak lama gue ingin mengunjungi Manila. Mungkin karena Manila adalah salah satu kota penting di ASEAN yang belum pernah gue kunjungi. Penasaran seperti apa sih Manila membuat gue impulsif beli tiket dan pesan hotel di Manila akhir bulan lalu haha.

Iya, setelah beli tiket gue baru ngecek cuaca. Kata ramalan cuaca, Juni-September adalah musim hujan, jadi ya tiap hari bakalan hujan. Ya udahlah ya, udah terlanjur beli tiket juga ya tetep berangkat. Kalo ujan ya nongkrong aja di warung kopi hahaha.

Namanya tiket murah, perjalanan yang sebenarnya cuma sekitar 4 jam jadi seharian. Makanya berangkat Jumat pulang Senin, jadi punya waktu full sepanjang Sabtu-Minggu di Manila. Tiba di Bandar Udara Ninoy Aquino sekitar jam 3 sore, sudah langsung terbukti bahwa ramalan cuaca salah banget. Boro-boro hujan, mendung aja kagak. Panasssss kayak di pintu neraka ahahaha.

Di Manila transportasi nggak terlalu mahal. Ada LRT, ada Jeepney, ada bis, dan tentu saja taksi. Karena panas banget, pilihan gue ke mana-mana tentu saja taksi dong, dengan AC yang siap mendinginkan kepala 😂. Ngomong-ngomong soal Jeepney, kendaraan umum yang satu ini seperti udah jadi maskot kota Manila. Warnanya yang genjreng dan ‘kelakuan’-nya yang ajaib macam bajay di Jakarta itu sangat ikonik. Oh dan fotogenik tentu saja.

Soal makanan, gak ada masalah buat gue. Harganya nggak terlalu mahal dan banyak menu babi bertebaran hahaha. Oya, karena pertama kali datang ke Manila, tentu gue harus mencoba makan di Jollybee dan Chowking yang dulu outletnya pernah buka di Jakarta tapi akhirnya tutup. Just say, rasa makanan di Manila ini bukan selera gue. Kayak ada yang kurang gitu lho (kayak kurang micin semua 🤣).

Oya, sebagai mantan anak mal, gue harus survey dong ke mal ke manapun gue berkunjung hahaha. Di Manila mall-nya biasa banget. Jauh banget kalo dibandingkan Grand Indonesia atau Plaza Senayan atau Kokas atau PIM di Jakarta. Jauh. Banget. Tapi ada satu Mall yang lumayan sih suasananya. Namanya Mall of Asia (MOA), yang merupakan gabungan dari pusat perbelanjaan, pemukiman, perkantoran, dan taman bermain. Mall ini terletak di pinggir pantai, jadi yang menyenangkan adalah adanya restoran dan kedai minum (kopi/alkohol) di sepanjang pantai di bagian belakang mall.

Oya, sebagian besar penduduk Filipina adalah pemeluk Katolik, jadi hampir di tiap mall ada semacam gereja/kapel tempat mereka bisa beribadah. Pas gue ke salah satu mal di hari Sabtu, sedang diadakan misa mingguan di gereja di mal tersebut. Dan pengunjung yang ikut misa sangat banyak, mungkin bisa sekalian jalan-jalan pulang misa. Kayak di JPCC Kokas gitu hehehe.

Salah satu hal menarik di Manila adalah larangan merokok hampir di seluruh penjuru kota, termasuk di jalanan. Hanya ada sedikit lokasi di mana orang boleh merokok. Bang Bernard approved! 😁

Ok, now let’s talk about Intramuros. Kawasan kota tua di Manila ini adalah alasan utama gue datang ke sini. Bahkan hotel pun gue pesan yang dekat dengan Intramuros, tepatnya ada di kawasan Rizal Park. Jadi kalau mau ke sana tinggal jalan kaki (walaupun ternyata dengan panas yang menyengat jarak yang dekat terasa jauuuuh banget hahaha).

Apa aja yang ada di Intramuros? Banyak. Tapi gue cuma mampir ke 4 obyek utama, sisanya cuma jalan-jalan menikmati suasana yang tenang dan tua. Well, not quite menikmati sih considering panasnya kota ini hahaha. Sebagai bekas jajahan Spanyol, bangunan-bangunan tua di kawasan Intramuros ini memang terlihat bergaya Spanyol. Sebagai salah satu pusat kunjungan turis, Intramuros dijaga tetap bersih dan berbiaya murah.

Hari pertama gue mampir ke Manila Cathedral. Gereja berusia lebih dari 500 tahun ini berdiri di depan sebuah lapangan semacam alun-alun kecil. Bangunannya megah dan tua. Saat gue sedang di dalam gereja ternyata sedang diadakan upacara pemberkatan pernikahan. Pengunjung tetap diperbolehkan masuk dan mengambil foto asal tetap berada di luar garis batas dan bisa menjaga ketenangan selama prosesi berlangsung. It was a beautiful wedding.

Di alun-alun kecil di depan gereja, gue menemukan hal menarik. Ada semacam perpustakaan kecil tanpa penjaga. Ini adalah semacam self-service library. Semua orang boleh datang, masuk, ambil buku yang menarik, baca di tempat atau dibawa pulang. Gak perlu daftar segala. Semuanya self service. Berdasarkan aturan yang tertulis, semua orang boleh bawa pulang buku di sini tapi harus diganti dengan buku lain yang setara. Bagus ya idenya. Ada yang mau bikin di Jakarta? Count me in!

Setelah itu gue jalan sedikit ke seberang gereja mengunjungi Fort Santiago. Benteng Spanyol kuno berusia lebih dari 400 tahun ini merupakan bangunan penting dalam sejarah Manila. Seperti halnya benteng lainnya, di dalam Fort Santiago terdapat tembok tinggi, gerbang benteng, sungai yang mengelilingi benteng, dan penjara bawah tanah yang mengerikan. Tempat ini sangat fotogenik dan penuh sejarah. Lokasinya berada di tepi pantai dan merupakan bagian dari tembok besar yang mengelilingi Manila di masa lalu. Di dalamnya juga ada museum Jose Rizal yang menggambarkan sejeah perjuangan Filipina di masa lalu. Ada yang menarik, di salah satu ‘gua’ diadakan pameran miniatur bangunan-bangunan bersejarah di Filipina yang dibuat dari lego. Tentu gue masuk dong, soalnya ruangannya ber-AC 😆

Gue menutup hari pertama dengan jalan-jalan ke mal ditemani kakak Berliana Lesmida Sigalingging sebagai Manila expert ahayy.

Hari kedua, masih jalan-jalan di kawasan Intramuros, gue mengunjungi San Agustin Church. Tapi ternyata gereja yang berusia hampir 300 tahun ini sedang ditutup karena ada upacara pemberkatan pernikahan (lagi). Untungnya di kawasan gereja ada museum San Agustin. Jadi gue bisa masuk ke museum sambil menunggu pemberkatan selesai. Museum yang tadi niatnya cuma jadi tempat nunggu ternyata bagus banget. Tempat ini dulunya adalah biara yang pada tahun 1973 dialihfungsikan menjadi museum. Tempatnya tenang, dingin (pake AC haha), dan penuh dengan benda-benda peninggalan yang bersejarah. Dan yang penting, ternyata lantai 2 museum ini terhubung dengan gereja, jadi gue tetap bisa menonton acara pemberkatan dari atas hahaha.

Setelah itu gue jalan lagi keliling Intramuros dan menemukan Casa Manila. Bangunan tua ini adalah rumah asli penduduk Filipina yang masih dipertahankan keaslian bangunan dan isinya. Tentu saja yang pemilik rumah ini dulunya orang yang sangat kaya raya. Rumah besar ini berlantai 2 dan terdiri dari banyak ruangan. Nanti gue akan tulis lebih lengkap tentang rumah-rumah penduduk asli di postingan terpisah ya.

Pada dasarnya acara hari kedua udah selesai. Acara malamnya cuma keliling cari oleh-oleh ke mall dekat hotel. Konon oleh-oleh khas Manila itu Polvoron dan Ensaimada. Jadi ya gue beli itu aja buat dibawa ke Jakarta hahaha.

Oya, yang nanya apa gue nyobain balut, jawabannya udah pasti. ENGGAK! 😆

3 comments

  1. Haha, aku juga kalo berkesempatan ke sana ogah nyoba balut. Biar kata, “kapan lagi, mumpung di sini,” tetep ogah. Daripada udahnya muntah-muntah.

    Menarik banget Manila dilihat dari balik lensanya bang. Aku terus terang kurang tertarik sama kota ini (well, maunya kl ke Filipina ke kota lain). Tapi sebagai pecinta bangunan tua, jadi pengen selfie juga kayak gitu hehe.

    Baiklah, kalo ada tiket promo boleh juga ini.

    Liked by 1 person

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s