Dua (Tidak) Selalu Lebih Baik Dari Satu


Seingat saya, seumur hidup saya bernafas dengan satu lubang hidung. Yang satunya lagi selalu mampet. Dulu waktu kecil saya merasa terganggu (pusing) dengan kondisi tersebut. Kata dokter hal tersebut disebabkan oksigen yang masuk tidak sebanyak yang seharusnya karena ada selaput/membran yang menebal dan menutup saluran nafas di dalam rongga hidung saya.

Saat kelas 6 SD saya akhirnya dibawa ke dokter dan dilakukan tindakan ‘pembakaran’ selaput di dalam hidung dengan menggunakan cairan kimia. Sakitnya jangan ditanya. Apalagi untuk anak seusia saya pada saat itu. Sembuh? Iya pada saat itu. Selaput yang ‘dibakar’ tersebut ternyata kembali seperti semula setelah beberapa bulan.

Ibu saya pernah menawarkan untuk ke dokter lagi dan melakukan tindakan serupa namun saya menolak. Proses yang menyakitkan akan saya alami kembali dan kelak tetap akan kembali lagi seperti keadaan semula. Tidak ada gunanya. Hanya akan menghabiskan biaya, waktu, dan menyiksa saya berulang-ulang untuk kenyamanan yang hanya sesaat.

Yang saya lakukan adalah berusaha beradaptasi dengan kondisi ‘oksigen setengah’ yang saya alami. Saya tidak sadar apakah tubuh saya secara tidak sengaja mengurangi kebutuhan oksigen atau saya bernafas dua kali lebih sering untuk mencukupi kebutuhan oksigen atau lubang hidung saya membesar dua kali lipat saat saya bernafas, tapi yang jelas saya beradaptasi. Saya bisa hidup normal dan sehat dengan kondisi tersebut. Kondisi tersebut tidak mengganggu lagi.

Walaupun semua orang berkata bahwa hidup dengan dua lubang hidung yang normal itu menyenangkan, namun bagi saya itu menyiksa karena rasa sakitnya lebih besar dari kesenangan yang saya alami. Bagi saya hidup dengan satu lubang hidung yang normal jauh lebih menyenangkan karena saya bisa menikmati bernafas tanpa perlu tersiksa oleh rasa sakit berulang-ulang.

Apakah saya menyalahkan orangtua saya karena dilahirkan dengan kondisi cacat satu lubang hidung? Tidak pernah. Apakah saya mengganggu orang lain jika hidup dengan kondisi cacat satu lubang hidung? Saya rasa tidak juga. Apakah saya perlu menceritakan ke semua orang kenapa saya memilih bertahan hidup dengan kondisi cacat satu lubang hidung? Rasanya sih tidak perlu (tapi tetep sharing di blog hahaha).

Jadi, dua tidak selalu lebih baik dari satu, bukan? đŸ˜‰
*photo from sciencemag.org

2 comments

  1. Setuju bingits. Jalani hidup ini sesuai kata hati dan pola pikir yg masuk akal. Yang penting bahagia, walau harus melawan arus yg deras.

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s