Demi Ayah


Demi Ayah
(written: Monday, October 31, 2011)

“Ayah mau menikah lagi?”

Dia mengangkat mukanya dan memandangku. Aku tak berani menatap matanya. Selama ini aku tak pernah mau tahu mengenai kedekatannya dengan wanita itu. Om dan tanteku sudah terlalu sering membicarakannya. Aku sendiri tak pernah ambil pusing dengan omongan mereka. Selama Ayah tak mengatakannya padaku, aku tak akan bertanya padanya. Namun akhir-akhir ini anak-anak mereka, sepupu-sepupuku, mulai berani bertanya padaku. Dan terus terang, aku mulai terganggu. Sampai malam ini.

“Kenapa? Kamu keberatan?”

Aku tetap menunduk sambil mengais-ngais makanan di piringku. Ini pertama kali aku berani bertanya tentang hal itu. Ibuku meninggal dunia saat aku masih duduk di bangku akhir SMA. Duniaku rasanya runtuh. Namun karena aku anak mereka satu-satunya, maka aku tak boleh berlama-lama bersedih. Aku langsung mengambil alih semua tugas Ibu di rumah, termasuk mengurus Ayah. Aku menyiapkan bajunya sebelum berangkat ke kantor, menyiapkan makanan, mencuci, membersihkan rumah sebelum berangkat kuliah, dan pekerjaan rumah tangga lainnya. Dan aku melakukannya tanpa keluhan sedikitpun. Dan sejak Ayah pensiun 5 tahun lalu, praktis waktuku hanya kuhabiskan untuk mengurusnya.

“Dengan siapa?”

Pertanyaan basa basi. Para sepupu sudah memberitahuku. Dan aku memang sudah mengenal wanita itu sejak aku kecil.

“Namanya Diah. Pasti kamu sudah kenal dengannya. Dia dulu guru SD-mu. Ingat, kan?”

Bu Diah. Aku tak mungkin lupa padanya. Dia adalah wanita yang sangat baik dan sabar. Suaminya sudah meninggal sejak lama. Anak tunggalnya adalah kakak kelasku di sekolah. Tahun lalu dia sudah pensiun dan sekarang dia hanya membantu mengajar ekstrakurikuler menari seminggu sekali.

“Kenapa Ayah ingin menikah lagi?”

Keheningan kembali menyergap. Ayah memandangku lagi, lalu tersenyum lembut.

“Ayah mencintainya, dan dia mencintai Ayah. Dan Ayah memang membutuhkan orang yang mau menemani dan mengurus Ayah dengan baik setiap hari”

Aku tak mengerti. Jadi Ayah menganggapku tak becus mengurusnya. Aku tak sebaik Ibuku dalam menangani ini semua. Dan dia membutuhkan orang lain untuk menggantikanku merawatnya. Aku mengangkat muka memandangnya. Aku tak mampu berkata-kata lagi karena sedih dan kecewa. Ada isak tertahan saat akhirnya aku mampu bersuara lagi.

“Jadi aku tidak mengurus Ayah dengan baik selama ini?”

Dia tetap memandangku dengan lembut.

“Kamu sudah mengurus Ayah dengan sangat baik. Ayah tak mungkin mendapatkan yang lebih baik dari yang sudah kamu lakukan”

Aku kembali menunduk. Tak sanggup melawan tatapannya. Aku mengusap dua titik airmata yang mulai menggenang di sudut mataku.

“Kamu sudah dewasa, Vina. Kamu harus mulai memikirkan hidupmu sendiri. Kalau kamu terus menerus mengurus dan memikirkan Ayah, kapan kamu akan mencari pendampingmu sendiri? Sudah waktunya, nak. Dan Ayah tidak mau menjadi penghalang kebahagiaanmu. Lagipula Bu Diah mencintai Ayah, jadi kamu tidak perlu risau. Percayalah, dia akan mengurus Ayah dengan baik”

Aku tersenyum memandangnya. Walaupun hatiku berat menerimanya, namun aku tahu Ayah juga berhak bahagia. Terlalu lama dia kesepian sejak ditinggal Ibu. Dia memelukku erat penuh kasih sayang sebelum meninggalkan aku ke kamarnya untuk beristirahat.

Aku beranjak ke kamarku. Mengambil telepon genggam dan menekan satu nomor. Waktu seakan berjalan lambat saat aku menunggu telepon diangkat. Dan saat terdengar jawaban di seberang sana, aku mengeraskan hati untuk berkata pelan.

“Mas Tanto, kita batalkan saja rencana kita besok malam. Tidak ada gunanya lagi. Ayahku akan segera melamar Ibumu. Dan aku sudah setuju. Semua sudah berakhir, Mas”

Lalu aku menutup telepon secepatnya tanpa memberi kesempatan lagi padanya untuk berbicara. Tak kuhiraukan teleponku yang terus berdering sepanjang malam itu. Aku sayang Ayahku. Ini semua demi dia.

10 comments

  1. “Pertanyaan basa basi. Sepupu-sepupuku sudah memberitahuku.” Biar ga menumpuk kata -ku, lbh enak “Pertanyaan basa basi. Para sepupu sudah memberi tahu aku (memberitahuku jg gpp)”

    Ga bakalan jd pertanyaan “sepupu siapa?” karna di atas udh disebutkan sebelumnya keberadaan si sepupu.

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s