Lima Belas Tahun Lalu


Aku memandang perempuan di depanku ini. Setelah bertahun-tahun aku masih mengagumi bibir mungilnya yang mengerucut saat meniup kopi panas, hidungnya yang berkerut saat menyesapnya dan matanya yang menutup sambil menggeleng-gelengkan kepalanya menikmati sensasi saat cairan pekat itu meluncur melewati tenggorokannya.

“Kenapa memandangku seperti itu?”

Aku tersenyum lebar.

“Kau tak pernah berubah sejak aku pertama kali melihatmu 15 tahun lalu.”

Dia kembali mengerucutkan bibirnya.

“Kau tak pernah melupakannya ya?” katanya sambil melotot.

Aku terbahak.

“Mana mungkin aku melupakannya. Aku masih ingat saat kau malu-malu memperkenalkan dirimu sebagai anak magang di kantor. Kau tahu, kalau kau diperkenalkan harusnya kau memandang orang yang ada di depanmu, bukannya malah menunduk takut sambil membayangkan kecoak yang akan lewat di kakimu.”

Sekarang gantian dia yang terbahak-bahak.

“Siapa yang tidak takut melihatmu. Kau sudah terkenal sebagai manajer paling galak di kantor. Dan lagi kau terlihat sibuk sekali saat itu.”

“Hey, aku tidak galak. Dan aku menghentikan apa yang kukerjakan saat kalian datang ke mejaku.”

Aku mendengus sementara dia kembali tertawa lepas.

“Pasti karena rombongan anak magang cantik yang datang ke mejamu, kan?”

“Tepatnya karena ada rombongan anak magang yang salah satunya adalah perempuan paling cantik yang pernah kulihat”

Tawanya kembali berderai. Lalu sambil memandangnya dalam, aku meneruskan.

“Look at you now. Wanita karier, salah satu manajer paling sukses di kantor yang diperebutkan banyak headhunter dan makin menawan. Sementara aku, hanya laki-laki tua, gendut….”

“…tampan dan kaya raya” sambungnya.

Aku mendengus lagi.

“Jadi kau masih ada di sini karena aku kaya raya?”

“…dan pintar dan seksi. Masih mau aku lanjutkan?” katanya sambil tersenyum menggoda.

“Tapi aku sudah menikah”

“Even sexier…” katanya lagi sambil mengerling lalu menyesap kopinya.

Aku tergelak. Dia meletakkan cangkir kopinya dan memasang wajah serius.

“Kau tahu, aku beruntung kau memilih mengundurkan diri, jadi aku bisa mendapatkan posisi itu.”

“Hey, kau mendapatkannya karena kau memang layak. Kau memang mampu. Itu bukan keberuntungan.”

Dia tersenyum lebar lalu melanjutkan.

“Dan idemu untuk membuka kafe di depan kantor ini sungguh brilian. Kita jadi bisa tetap bertemu tiap hari.”

“Aku tak pernah mampu menahan rindu tak bertemu denganmu sehari saja.”

Dia memutar matanya dengan malas.

“Lagian mana mungkin aku membiarkanmu di kantor seharian tanpa pengawasan. Bisa-bisa kau lupa padaku”

Kami berdua tertawa panjang.

“Jangan memutar ya. Manajer keuanganmu di ujung sana serius sekali memandangimu. Dia suka padamu tuh.” kataku menggodanya sambil menyesap kopiku.

Dia melotot.

“Hey jangan sembarangan ya.”

Aku tertawa lebar sampai hampir-hampir menyemburkan kopi di mulutku. Dia memandangku lalu berkata pelan hampir berbisik.

“Aku mengagumimu sejak pertama kali melihatmu. Dan setelah 15 tahun kekaguman itu tetap tidak berubah. Kau masih mampu membuat hatiku berdebar hanya dengan memandangku. There I said it.”

Aku meraih tangannya dan menggenggamnya lembut.

“I know…” kataku pelan.

“Sialan…” semburnya lalu tergelak. Aku ikut tertawa panjang.

Dia meraih tasnya dan berdiri.

“Aku harus kembali ke kantor. Waktu istirahat sudah habis dari tadi. Ada meeting sebentar lagi.”

Aku ikut berdiri dan menciumnya lembut.

“Nanti pulang kantor jangan terlalu malam. Jangan lupa, we’ll have our anniversary dinner.”

“Tenang saja, aku sudah ijin pulang cepat. Kamu yang jemput anak-anak dan membawanya ke sini atau nanti saja kita jemput sekalian jalan?”

“Tidak perlu. Aku sudah minta tolong Ibu nanti untuk ke rumah dan jaga anak-anak. Sekali-sekali gak apa-apalah mereka ditinggal. This is our anniversary. Yang kesepuluh lho. It should be special”

“Ok, love you babe” katanya sambil tersenyum lebar lalu berjalan menuju kantornya yang berada tepat di depan kafeku.

Tepat setelah dia menghilang ke dalam lobby kantornya, aku mengangkat telepon genggamku dan mulai mengetik.

“Makan siang rutinku yang membosankan sudah selesai. I miss you. Aku jemput sekarang?”

5 comments

Leave a comment