Telur Dadar


Telur Dadar
(written: Wednesday, October 5, 2011)

20111104-132433.jpg

Aku ingat, pertama kali bertemu dengannya saat sarapan di sebuah hotel terkemuka sewaktu aku dinas ke Shanghai. Saat itu kami sedang mengantri di depan counter telur di buffet hotel itu. Sambil mengantri dia mengajakku bercakap-cakap. Akhirnya kami memutuskan untuk sarapan di meja yang sama. Dia cukup menyenangkan. Obrolan dibuka dengan pembahasan mengenai telur kesukaan kami masing-masing. Ternyata dia suka telur dadar, katanya rasanya lebih menyatu karena sudah diaduk sebelum digoreng. Sementara aku lebih suka telur mata sapi karena aku lebih suka mencampurnya sendiri di mulutku. Maklum, buatku makan juga suatu tantangan.

Akhirnya sisa business trip-ku selama sebulan di Shanghai kuhabiskan bersamanya. Dan bukan itu saja. Setelah kami kembali ke kota masing-masing kami pun terus intens berhubungan via telepon dan skype. Berbincang dengannya sangat menyenangkan. Dia wanita yang pintar dan berwawasan luas. Kami bisa membahas mengenai tsunami sampai berjam-jam, namun kami juga bisa membahas perceraian J-Lo sampai semalaman. Intinya, kami cocok dalam segala hal.

Kemarin dia meneleponku lagi, namun cuma sebentar. Katanya dia ingin bertemu karena ada hal yang penting yang ingin dia diskusikan denganku. Aku merasa aneh. Biasanya dia langsung cerita saja apa yang dia ingin ceritakan. Terdengar ada isak tertahan dalam suaranya. Aku mendesaknya dan diapun menceritakan sedikit masalahnya. Akhirnya aku pun menyanggupi untuk mengambil cuti dan mengunjunginya.

Agak berdebar rasa hatiku saat mengetuk pintu apartemennya. Kudengar langkah kaki mendekat dan membuka pintu. Astaga, apa yang kulihat di depanku sangat berbeda dengan apa yang kutemui di Shanghai 2 bulan yang lalu. Wajahnya kusut, matanya sembab kebanyakan menangis. Aku memeluknya, dan dia kembali tenggelam dalam tangisan di dadaku. Aku mengajaknya masuk dan kami berbincang panjang lebar lagi di dalam. Ah, ternyata hanya kekuatiran berlebihan dari seorang wanita. Setelah beberapa waktu yang rasanya seperti berjam-jam, aku berhasil menenangkannya. Dan dia sudah kembali tersenyum.

Karena dia sudah beberapa hari tidak teratur makan, maka aku menawarkan diri untuk membuatkannya makanan. Dia kusuruh untuk beristirahat di kamarnya dan aku akan memasak untuknya. Yah, karena memang aku bukan seorang yang suka memasak, maka yang aku bisa hanya menggoreng telur saja. Kubuatkan telur dadar untuknya, dan telur mata sapi untukku. Setelah jadi aku membawakannya ke kamarnya. Kulihat dia sedang termenung, dan tersenyum senang saat melihatku masuk. Kami makan sambil berbincang-bincang dan tertawa-tawa seperti dulu. Setelah makan aku mencuci piring dan gelas, kemudian kembali menemuinya di kamar. Kemudian kami berbincang-bincang lagi sampai dia tertidur lelap di pelukanku.

Satu jam kemudian aku berjalan keluar kamar meninggalkan tubuhnya yang terasa dingin, sambil memandangi wajahnya yang pucat namun terlihat damai dan tenang. Ah, aku tahu dia sudah tenang, jadi aku bisa pulang sekarang….

Di perjalanan pulang…
Iya sayang, aku baru selesai meeting nih. Ini lagi jalan ke airport. Nanti malam juga sudah sampai di Jakarta. Kita makan malam di tempat biasa ya…

Aku menutup telepon dan tersenyum. Selesai sudah. Dia begitu cantik dan pintar, sayang sekali dia terlalu menuntut. Yang terjadi di Shanghai adalah kehendak kami berdua, tak adil rasanya jika dia menuntutku untuk bertanggungjawab. Sekarang tanggung jawabku sudah kuselesaikan dan aku akan kembali ke kehidupanku yang menyenangkan. Yah, telur dadar yang dulu mempertemukan kami, sekarang telah memisahkan kami juga…

20111024-091952.jpg

3 comments

Leave a comment