‘Komunitas’ dalam Komunitas – Sebuah Opini
(Monday, February 28, 2011)
Di Wikipedia, Komunitas berarti sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan dan habitat yang sama. Komunitas berasal dari bahasa Latin communitas yang berarti “kesamaan”, kemudian dapat diturunkan dari communis yang berarti “sama, publik, dibagi oleh semua atau banyak”.
Dalam komunitas perkotaan, dimana tingkat ekonomi sudah semakin meningkat, selain habitat yang sama, ketertarikan akan hal-hal yang sama secara material juga sudah semakin menggejala. Komunitas pemilik merk mobil tertentu, komunitas pemilik gadget tertentu, komunitas penikmat musik tertentu, komunitas penikmat olahraga tertentu, komunitas pengguna operator selular tertentu, dll. Dan hal ini juga ditangkap sebagai trend perubahan behavior oleh pelaku-pelaku bisnis.
Sudah menjadi kebiasaan sejak jaman dahulu kala, jika sekelompok orang memiliki tujuan yang sama berkumpul, maka peluang untuk mencapai tujuan tersebut akan meningkat. Caranya bisa dengan apapun. Yang paling ‘rendah’ adalah menggunakan kekuatan kelompok untuk memaksakan tercapainya tujuan tersebut, dengan ‘menjajah’ komunitas lain yang terlibat di dalamnya. Semakin besar komunitas tersebut, maka semakin besar kemungkinan mereka ‘menjajah’ komunitas yang lebih kecil, bahkan termasuk sang produsen. Disini hukum rimba memang berlaku. Memang terdengar agak ekstrem, namun gejala itulah yang sedang terjadi saat ini di mayarakat kita. Namun jajah-menjajah tersebut hanyalah istilah, tergantung dari sisi mana kita melihat. Bisa jadi merugikan, bisa jadi menguntungkan.
Sisi ekonomi
Dari sisi ekonomi, nilai tawar yang kuat dari suatu komunitas pengguna produk tertentu bisa sangat menguntungkan, dan bisa sangat merugikan. Semua tergantung bagaimana si produsen mampu mengelola komunitas pengguna produknya tersebut.
Seperti sudah disebutkan di atas, suatu komunitas dapat ’menjajah’ si produsen, dimana sisi tawar sang komunitas meningkat seiring pertambahan jumlah anggota komunitas tersebut. Sebagai contoh sebut saja komunitas pengguna kendaraan X, dimana produk X tersebut merupakan salah satu market leader. Karena market leader, tentu penggunanya juga banyak. Jika pengguna yang banyak dan membentuk suatu komunitas ini menuntut sesuatu kepada produsen, maka hal tersebut akan menjadi suatu tuntutan yang kuat. Mau tidak mau produsen harus memenuhi atau paling tidak memberikan respon atas tuntutan tersebut. Karena jenis komunitasnya adalah komunitas konsumen produk yang relatif mahal tentu tuntutannya juga ada di seputaran pelayanan ke customer. Tentu hal ini akan membuat tekanan yang kuat terhadap produsen untuk meningkatkan pelayanannya.
Bagaimana jika produsen tidak mendengarkan tuntutan tersebut atau mengabaikan adanya komunitas pengguna tersebut? Well, tentu hal ini akan menjadi bumerang bagi produsen tersebut. Komunitas bisa membentuk opini publik yang negatif dan menyerang produk yang bersangkutan; Hal ini akan berakibat fatal terhadap image produk tersebut. Akibatnya, share penjualan akan menurun.
Di sisi lain, produsen dapat mengelola komunitas penggunanya sehingga membuat komunitas tersebut puas dan membentuk opini publik yang positif dan mengangkat image produk. Hal ini bisa menjadi semacam iklan gratis bagi penjualan produknya.
Banyak hal yang bisa dilakukan oleh produsen dalam mengelola suatu komunitas. Yang paling penting adalah menjalin komunikasi yang intens dengan komunitas tersebut. Gathering bisa menjadi salah satu cara. Lainnya, tergantung kreatifitas si produsen.
Saat ini bahkan beberapa produsen mencoba membangun komunitas baru pada saat meluncurkan suatu produk baru. Tentu saja dengan tujuan marketing promotion.
Sisi Sosial
Bergabung dengan suatu komunitas merupakan salah satu cara bersosialisasi yang baik. Bisa bertemu dengan orang-orang yang mempunyai interest sama. Bisa bertukar informasi. Memperluas networking. Bahkan bisa juga sebagai sarana membangun bisnis. Tergantung bagaimana orang tersebut memanfaatkannya. Dan jangan lupa, suatu komunitas bahkan bisa menjadi tempat menaikkan gengsi bagi para social climber. Contohnya komunitas pemilik salah satu merk moge (motor gede). Yang bergabung disitu gak selalu punya moge. Pengagum moge (walaupun gak mampu beli) bisa juga join. Lumayan buat naikin strata sosial.
Saat ini beberapa komunitas mempunyai agenda publik yang cukup jelas. Bahkan kegiatan sosial tak jarang dilakukan dengan melibatkan nama komunitas. Dan trend ini cukup bagus. Misalnya melakukan penanaman pohon, funbike, seminar2, free training, pentas musik, bantuan bencana alam, dll.
Namun yang menjadi concern banyak pihak dan cukup disayangkan, sering juga kita dengar aktifitas suatu komunitas yang merugikan masyarakat. Yang paling sering dilakukan adalah konvoi kendaraan yang sangat mengganggu pengguna jalan lain. Aksi nongkrong di pinggir jalan juga tak jarang mengakibatkan kemacetan panjang. Dan ini jelas merugikan masyarakat umum. Dari sisi komunitas sendiri tidak ada keuntungan dari aktifitas2 tersebut. Bahkan terkadang hanya menjadi ajang menunjukkan arogansi komunitas. Inilah yang menyebabkan masyarakat menjadi benci pada beberapa komunitas tersebut.
Terlepas dari pro kontra adanya komunitas2 lain di tengah komunitas masyarakat, trend ini telah tumbuh subur akhir2 ini. Dan bukan sekedar fans club. Tinggal bagaimana kita menyikapinya.
bang bernard, setuju dengan anda.
komunitas punya kekuatan, dan efektif sbg pressure group. makin maju suatu masyarakat, kekuatan komunitas makin tinggi.
bertransaksi via komunitas juga lebih aman bagi konsumen, karena ada kontrol kuat ke produsen.
FJB di kaskus adl contoh nyata, sekali sebuah ID penjual mendapat komplain, dia akan dilecehkan selamanya
LikeLike